HermanAnis.com – Apa itu Metaverse, bagaimana dia mengubah cara kita bersosialisasi, bekerja dan menjalankan usaha, apa sisi baik dan buruknya, dan apa saja contoh Metaverse itu? Itulah yang menjadi fokus bahasan kita kali ini.
Metaverse jadi bahan pembicaraan gara-gara Facebook mengubah nama perusahaannya menjadi meta. Pada tahun 2021 facebook telah menggelontorkan dana 10 Milyar USD atau setara 140 Triliun Rupiah untuk membangun Metaverse.
Apasih Metaverse itu, dan bagaimana Metaverse itu mengubah cara kita bersosialisasi, bekerja, dan menjalankan bisnis, Apa sisi baik dan buruk dari Metaverse dan bagaimana perusahaan-perusahaan sebaiknya merespon hadirnya Metaverse ini.
Oh ya tahukah Anda ada perusahaan Indonesia yang juga tengah membangun Metaverse. Yuk kita cari tahu!
Satu hal penting dulu yah, Metaverse itu sekarang ini sebenarnya belum ada. Metaverse itu baru ada dalam imajinasi para pengusaha visioner seperti Mark Zuckerberg dan teman-temannya.
Metaverse jika nanti benar-benar terwujud, akan berpotensi mengubah cara kita menjalani hidup, bersosialisasi, bekerja, berbisnis, termasuk bagaimana kapitalisme bekerja.
Bagi perusahaan, Metaverse membuka kemungkinan tanpa batas untuk mengeruk beragam keuntungan dengan cara-cara yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Bagi para pelaku industri kreatif, khususnya bidang digital design dan gaming ini adalah tanah harapan yang terbuka lebar. Nah kita akan bahas semua itu sebentar lagi. Sekarang kita bahas dulu apa itu Metaverse?
Apa itu Metaverse?
Apa itu Metaverse atau metaverse apa artinya? Matthew Ball dalam tulisannnya bertajuk The Metaverse Primer mendefenisikan metaverse sebagai jaringan luas dari dunia virtual tiga dimensi yang bekerja secara real-time, dan persistem, serta mendukung kesinambungan identitas, objek, sejarah, pembayaran, dan hak, yang mana dunia itu di alami secara serempak oleh jumlah pengguna yang tidak terbatas.
Masih bingung, oke mungkin definisi Metaverse dari Facebook ini lebih mudah di pahami metaverse adalah seperangkat uang virtual yang Anda dapat kita akan dan jelajahi dengan orang lain yang tidak berada di ruang fisik yang sama dengan Anda.
Contoh Metaverse
Okey, sudah lebih kebayanglkan dari definisi sebelumnya, atau belum. Anda sudah nonton film Ready Player One yang di buat oleh Steven Spielberg, itulah Contoh Metaverse. Belum nonton juga.
Yah oke, Anda tahu game Fortnite yang populer itu, atau Roblox. Pasti tau dong. Yah anak-anak kita tuh, tidak berhentinya memainkan permainan online itu.
Bagaimana cara main metaverse dan ada apa saja?
Nah Metaverse itu seperti Roblox, di mana anda memainkan sebuah avatar yang anda ciptakan, untuk hidup dan berinteraksi dengan avatar lain dalam sebuah dunia virtual.
Tapi bedanya, alih-alih anda memainkanya dengan melihat layar gadget anda, Metaverse di mainkan dengan menggunakan perangkat VR, yang membuat anda benar-benar merasa ada di dalam dunia virtual tersebut.
Perbedaan yang lain dengan Roblox adalah, jika tampilan dan design dunia Roblox itu sangat sederhana.
Metaverse akan bisa menghadirkan bunyinya tiga dimensi yang menyerupai dunia yang sebenarnya, bahkan bisa lebih baik lagi.
Saya berikan perumpamaan yang lebih konkrit, bayangkan seandainya, tiba-tiba di temukan sebuah planet baru yang tidak jauh dari bumi. Keindahan yang bisa kita temukan di planet itu hanya bisa di batasi oleh daya imajinasi kita saja, dan semua manusia siapapun mereka bisa tinggal di planet itu.
Apa yang dilakukan Facebook untuk ini?
Maka perusahaan-perusahaan besar seperti Facebook, berlomba-lomba untuk menguasai lahan sebanyak-banyaknya di dunia yang baru di temukan itu. Di atas lahan itu, mereka membangun kota impian, di mana siapapun bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Bisa melakukan hal-hal yang mereka tidak bisa lakukan di bumi.
Bermitra dengan banyak perusahaan pengembang. Mereka membangun lebih fasilitas umum. Ada Mall, ada perkantoran, tempat rekreasi, sekolah, dan kemudian menjual lapak-lapak tanah, rumah, apartemen dan juga ruang perkantoran.
Mereka hadirkan teknologi termutakhir, dan konsep dunia yang begitu memukau. Semuanya dalam rangka memikat sebanyak mungkin orang, untuk mau tinggal di kota impian yang mereka ciptakan.
Metaverse kurang lebih seperti itu, hanya bedanya planet dan kota-kotanya bersifat virtual, berada di alam maya yang bisa kita akses melalui perangkat VR. Walaupun maya, pengalaman yang anda alami di dalam dunia virtual itu bersifat Real Time dan permanen.
Sama dengan kehidupan kita saat ini, semua yang biasa kita lakukan dalam dunia nyata bisa kita lakukan di sana.
Bahkan lebih, termasuk berbisnis, dan berkarir untuk mencari uang. Di metaverse Anda bisa membeli tanah, rumah, baju, mobil, ataupun karya seni digital, dan mendapatkan sertifikat kepemilikan yang sah atas aset-aset digital itu.
Aset itu atau barang itu akan selalu ada, dan tetap akan jadi milik anda selama anda tidak menjualnya ke orang lain. Jika barang anda itu banyak yang orang lain yang berminat untuk membelinya, maka harga barang anda itu bisa jadi tinggi nilainya di pasar.
Kenapa Facebook begitu nafsu membangun Meteverse?
Sebagian karena Meteverse itu sebuah gagasan yang keren, sebagian lagi karena Meteverse menjadi lahan baru yang tidak terbatas untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Sam Peurifoy seorang PhD berusia 27 tahun dari Colombia University meninggalkan pekerjaannya di Goldman Sachs untuk mengejar peruntungan dengan bermain video game bernama Axie Infinity.
Axie Infinity adalah sebuah permainan online berbasis Blockchain yang menggunakan uang Crypto sebagai alat tukar. Untuk ikut bermain Peurifoy harus membeli tiga buah monster yang di sebut Axie seharga 500 US dollar.
Kemudian Axie milik Peurifoy ini akan di adu dengan Axie milik pemain lainnya. Model pertarungan di permainan ini seperti di Pokemon. Pemenang akan mendapatkan smooth love potions yang bisa di gunakan untuk mengembangbiakkan eksi.
Semakin sering menang maka semakin banyak eksis yang berhasil di lahirkan. Nah eksis eksis baru ini, bisa di gunakan oleh Purivie untuk di pertandingkan lagi. Sehingga bisa mendapatkan lebih banyak smooth love Potions.
Atau, bisa juga di jual pada pemain lain seharga kurang lebih 150 USD per aksisnya. Nah inilah letak ekonominya. Dengan model 500 USD, Peurifoy bisa berternak banyak eksis dan di jual dengan keuntungan yang berlipat ganda.
Orang-orang seperti Peurifoy ini tentu cerdas, mereka ingin mencetak sebanyak mungkin uang, sementara tahu keterbatasan dirinya. Maka mereka mulai mempekerjakan pemain lain yang tidak punya modal, untuk bermain atas nama mereka. Selain itu, mereka juga memberikan modal kepada pemain lain, dengan imbalan bagi hasil, atas setiap kemenangan yang mereka dapatkan.
Baca Juga : 15 Prinsip Dasar Kepemimpinan menurut Aristoteles
Sistem ekonomi Metaverse
Kita lanjutkan, dengan begitu, jumlah kekayaan yang bisa di kumpulkan Peurifoy menjadi tidak terbatas. Nah inilah ekonomi Metaverse, dalam dunia yang tidak terbatas, kekayaan pun menjadi tidak terbatas.
Dalam Metaverse, Anda dapat membeli atau menyewa tanah, membangun apapun di atasnya, dan mendapatkan uang darinya. Anda bisa membuat museum virtual, dan menarik biaya dari setiap pengunjung yang datang. Atau, Anda juga bisa membangun Mall dan menarik komisi dari setiap penjualan yang terjadi di dalam Mall virtual Anda.
Bahkan, anda bisa memasang Billboard di dinding bangunan anda, dan menyewakannya pada brand yang ingin beriklan. Pertanyaannyakan’ apa ada yang mau? jawabannya ada.
Ada banget, dan itu sekarang sudah terjadi. Coba bayangkan. Ketika nanti miliaran manusia sudah memenuhi metaverse, layaknya Facebook yang sekarang ini juga berisi hampir 3 Milyar orang. Maka harga tanah yang anda miliki di Metaverse itu, pasti akan melambung tinggi, dan Billboard yang ada pasang di dinding Mall virtual Anda. Itu akan jadi rebutan brand-brand besar, Cuan semua itu isinya.
Anda seorang Arsitek, Anda juga bisa menjual layanan mendesain rumah virtual di Metaverse. Kemudian, kerjasama dengan seorang programmer untuk membangunkan rumah itu untuk klien Anda.
Atau anda ingin jadi Ilon Musk, Anda bisa bangun pabrik mobil di dalam Metaverse. Kemudian menjual mobil-mobil digital itu kepada penduduk yang ada di situ. Kalau Anda misalnya produsen mobil di dunia nyata, Anda bisa membuat versi Digital dari mobil anda itu kemudian menjualnya Meteverse.
Teknologi NFT yang di lekatkan pada setiap aset digital di Meteverse, memastikan bahwa aset itu, unik milik anda, memiliki nilai, dan dapat di perjualbelikan.
Evolusi Kapitalisme dalam Metaverse
Siapa yang akan mendapatkan keuntungan paling besar di Meteverse ini? jawabannya jelas ya para tuan tanah dan pengusaha yang masuk paling awal, seperti mereka yang beli Bitcoin 10 tahun yang lalu, sekarang kaya raya.
Dan ketika Meteverse sudah semakin mercure dan pemain-pemain baru semakin banyak memenuhi kota, maka ketimpangan ekonomi akan terjadi. Ratusan ribu orang akan berusaha membuka bisnis di sana, dan para tuan tanah pun akan menetapkan harga sewa lapak yang bisa jadi tidak masuk akal.
Jutaan pencari kerja berharap bisa menjadi karyawan di perusahaan milik Peurifoy dan teman-temannya, sementara lowongan kerja terbatas. Demand jauh melampaui supply, para pencari kerja terpaksa menerima tawaran dengan gaji rendah. Para partner di paksa ikhlas menerima bagi hasil yang tidak seberapa.
Yang kaya semakin kaya, yang miskin terima aja. Siapa yang paling di untungkan dari semua itu? tentu aja, yah dia yang membangun dunia itu, sang Alfa yang memungkinkan semua itu terjadi, dialah a.k.a. Facebook
Seperti ungkapan yang sering di ucapkan di sebuah Kasino “The house always wins”, kapitalisme telah bekerja dengan sempurna.
Dalam sebuah komunitas yang di kelola oleh pemimpin yang adil, maka aturan main akan di buat untuk membangun kemaslahatan bersama, yang dapat meningkatkan kesejahteraan semua anggota komunitasnya. Sayangnya, Facebook seperti perusahan-perusahaan lainnya adalah mesin kapitalisme.
Facebook seperti perusahan-perusahaan lainnya adalah mesin kapitalisme.
Tujuannya cuma satu, mengeruk keuntungan sebesar-besarnya untuk para pemegang saham. Maka, aturan lain akan selalu berpihak pada tuan tanah, bukan pada warga.
Tentu saja, mereka cerdas memainkannya, aturan di buat dan di sajikan sedemikian rupa sehingga terlihat memihak warga. Para pemain bisnis, semakin kesini, semakin jago melakukan itu, mereka pandai memainkan ego kita, memancing hasrat, menawarkan kesenangan yang sulit kita dapatkan dalam dunia nyata.
Tanpa sadar kita pun menyerahkan uang kita, gak sekali, tapi berkali-kali. Bahkan kita titipkan dompet kita pada mereka, mempersilahkan mereka untuk mengambil isinya secara rutin, agar mereka terus memuaskan dahaga syahwat kita.
Oke, ini mungkin terlalu berlebihan dalam menggambarkan jeratan kapitalisme yang bisa terjadi dalam Metaverse. Supaya berimbang, yuk kita lihat Metaverse dari sudut pandang yang berbeda.
Bagi sebagian orang Metaverse merupakan sebuah Libertarian Utopia, yang memungkinkan setiap orang dapat bertindak dan melakukan aktivitas ekonomi tanpa adanya intervensi dan manipulasi dari pemerintah.
Mereka melihat Metaverse yang kemungkinan besar akan berjalan di atas teknologi Blockchain dan mata uang Crypto, akan bisa menghadirkan pasar bebas atau free market yang sebenar-benarnya.
Semuanya kembali pada mekanisme pasar yang murni, hal itu mereka yakini akan memberikan keadilan yang sejati, untuk semua pelaku ekonomi.
David Cameron, mantan Perdana Menteri Inggris pernah berkata “saya percaya bahwa pasar terbuka dan perusahaan bebas, adalah kekuatan terbaik yang dapat di bayangkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Mereka adalah mesin kemajuan, menghasilkan usaha dan inovasi, yang mengangkat orang keluar dari kemiskinan, dan memberi orang kesempatan. Ketika bekerja dengan baik, pasar terbuka dan perusahaan bebas benar-benar dapat mempromosikan moralitas”.
Dalam perspektif libertarian, Metaverse akan mendorong perdagangan bebas di mana, persaingan yang adil akan tercipta. Semua orang di perlakukan sama, dan hanya produk berkualitas tinggi yang bisa menang di sana.
Tanah Harapan untuk Semua dalam Metaverse
Siapapun, termasuk perusahaan-perusahaan kecil, bisa menjadi Tuan tanah di dunia baru ini, jika mereka masuk lebih awal dan memposisikan dirinya dengan baik. Sama seperti dulu ketika para pengusaha dari negara-negara maju, berlayar mengeksplorasi lautan hingga menemukan benua baru.
Mereka kemudian menguasai lahan-lahan yang ada di sana. Mereka pun menjadi kaya raya, padahal di negara aslinya mereka bisa jadi bukan siapa-siapa.
Maka perusahaan-perusahaan yang punya visi besar, seperti Facebook, pastinya akan mencoba masuk lebih dulu agar bisa menguasai lahan yang paling besar dan menjadi penguasa di dunia baru itu.
Itulah yang membuat Facebook berani investasi besar-besaran ke dalam pembangunan Metaverse ini, karena di situlah masa depan dari kapitalisme.
Multiverse perlu waktu yang tidak sebentar, sebelum benar-benar menjadi kenyataan. Namun, tidak sedikit perusahaan yang sudah mulai curi start agar nantinya bisa mendulang keuntungan di dunia yang baru itu.
Salah satunya adalah WIR Group, perusahaan asli Indonesia yang di komandoi oleh Michael Budi. Saat ini WIR Group bekerjasama dengan perusahaan Singapura Myrepublic untuk menciptakan berbagai ruang virtual, dari pasar hingga museum, beserta Avatar untuk di gunakan para user dalam berinteraksi dan bertransaksi di Metaverse.
Sesungguhnya kita tidak perlu menunggu hingga Metaverse mewujud jadi kenyataan. Saat ini pun, kita sudah melihat anak kita lebih banyak menghabiskan waktu bermain di dunia virtual dengan teman-temannya dari berbagai negara, di bandingkan bermain dengan anak tetangga di komplek rumah.
Bahkan bukan cuma hanya itu, sebagian dari kita pun merasa lebih senang hidup di linimasa media sosial, daripada di dalam kehidupan nyata kita sehari-hari.
Melihat itu Metaverse kayaknya akan datang lebih cepat dari yang kita duga.
Ironisnya, selagi dunia bergerak cepat menuju masa depan, masih banyak dari kita bahkan perusahaan besar yang hidup di masa lalu. Mereka terus meyakinkan diri mereka sendiri bahwa bisnis mereka akan baik-baik saja, dan di akhir tahun seperti ini mereka sedang sibuk menyusun rencana masa depan berdasarkan data historis masa lalu.
Mereka ngotot menyelenggarakan Rakernasnya secara offline, karena bahkan setelah hampir 2 tahun, mereka masih tidak merasa nyaman menggunakan zoom dan topik diskusi yang paling futuristik dalam pertemuan itu adalah “bagaimana kita bisa memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan produknya”
Sumber:
- Narasi dari Dr. Indrawan Nugroho dalam kanal youtubenya yang berjudul “Facebook’s Metaverse: Peluang atau Ancaman?”
Eksplorasi konten lain dari Herman Anis
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.