STEM-PjBL, Integrasi STEM dengan Pembelajaran Berbasis Proyek

Asesmen dalam Kurikulum Merdeka

HermanAnis.com – Teman-teman semua, pada kesempatan ini kita akan membahas tentang salah satu contoh integrasi antara STEM education dengan model pembelajaran, yakni STEM-PjBL, Pendekatan STEM terintegrasi Pembelajaran Berbasis Proyek. Tulisan ini merujuk langsung pada artikel yang di tulis oleh Diana Laboy-Rush, dengan judul Integrated STEM Education through Project-Based Learning.

Baca Juga: Langkah langkah Pembelajaran Proyek menurut Ahli

Pengajaran terpadu merupakan suatu program, di mana terdapat asimilasi eksplisit konsep lebih dari satu disiplin ilmu (Satchwell & Loepp, 2002). Program pendidikan STEM terintegrasi menerapkan standar dan tujuan lebih satu bidang dalam STEM – Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika.

Usaha untuk dalam mengembangkan program STEM terintegrasi telah di lakukan berdasarkan standar sepertidi seperti Focal Point National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), National Science and Engineering Standards (NSES) oleh National Research Council (NRC), Standar Literasi Teknologi dari International Technology and Engineering Education Association (ITEEA) dan National Association of Educational Progress (NAEP).

Program yang paling efektif, adalah program yang berisi tema/topik yang paling banyak di minati siswa, menggunakan pemecahan masalah yang otentik, dan konten berbasis pada standar STEM (Satchwell & Loep, 2002).

Di hampir setiap model integrasi STEM, semuanya memiliki tujuan untuk memberikan siswa kesempatan membangun pengetahuan baru dan keterampilan pemecahan masalah melalui proses merancang artefak (Fortus, Krajcikb, Dershimerb, Marx, & Mamlok-Naamand, 2005).

STEM-PjBL, Integrasi STEM dengan Pembelajaran Berbasis Proyek

Baca Juga: Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

A. Pendidikan STEM Terintegrasi

Ada banyak cara yang dapat di lakukan sekolah atau kelas untuk meningkatkan pendidikan matematika dan sains. Tetapi, terkadang pendidik biasanya terpaku pada satu topik yang terpisah dengan yang lainnya, atau terpisah dengan mata pelajaran lainnya.

Ketika guru mengekspos siswa sejak dini pada kesempatan untuk belajar matematika dan sains dalam lingkungan interaktif yang mengembangkan keterampilan komunikasi dan kolaborasi, siswa lebih percaya diri dan kompeten dalam mata pelajaran ini. Ini tidak hanya membuat pendidikan lebih berkualitas bagi siswa, tetapi juga berkontribusi pada masyarakat, karena anak-anak telah di persiapkan dengan baik sejak dini.

Mereka dapat mencapai ini melalui serangkaian kegiatan terbuka dan langsung terkait dengan topik tematik yang membahas konsep-konsep penting yang terkait dengan disiplin STEM (Satchwell & Loepp, 2002). Inti dari proses ini adalah melibatkan siswa dalam mendefinisikan dan mengoptimalkan solusi untuk masalah otentik dunia nyata.

Ilmuwan dan insinyur mendekati pemecahan masalah dengan tujuan mengoptimalkan solusi untuk suatu masalah. Kurikulum sains menerima kritik karena tidak memberikan siswa pengalaman dalam masalah dunia nyata.

Kurikulum matematika dan sains hanya fokus pada masalah yang terdefinisi dengan baik di mana jawabannya di ketahui, hanya ada satu solusi, dan fokusnya adalah mengajar siswa untuk mendapatkan jawaban yang benar (Fortus, Krajcikb, Dershimerb, Marx, & Mamlok-Naamand, 2005).

Sebaliknya, masalah dunia nyata tidak jelas, dan tanpa satu jawaban yang benar. Melalui pendekatan terpadu untuk pendidikan STEM, berfokus pada dunia nyata, masalah otentik, siswa belajar untuk merefleksikan proses yang mereka ambil dalam pemecahan masalah dan mempertahankan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh.

Melalui penjelasan hipotesis dan ide, mereka membuat hubungan antara tujuan pemecahan masalah dan proses untuk mencapai tujuan tersebut (Kolodner, et al., 2003). Kurikulum matematika dan sains memiliki masalah yang terdefinisi dengan baik di mana jawabannya di ketahui dan hanya ada satu solusi.

Baca Juga: Perbedaan Model Metode Strategi Pendekatan Teknik dan Taktik dalam Pembelajaran 

B. STEM-PjBL, Integrasi STEM dengan Pembelajaran Berbasis Proyek

Setiap orang secara alami terlibat dalam pemecahan masalah. Kita semua menggunakan alat dan bahan yang tersedia untuk beradaptasi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan kita. Kemampuan untuk memecahkan masalah sebagian besar datang secara alami.

Pendekatan proyek untuk STEM, atau “belajar sambil melakukan,” di dasarkan pada teori konstruktivis (Fortus, Krajcikb, Dershimerb, Marx, & Mamlok-Naamand, 2005). Ini terbukti dapat meningkatkan prestasi siswa dalam tugas-tugas kognitif tingkat tinggi, seperti proses ilmiah dan pemecahan masalah matematika (Satchwell & Loepp, 2002).

Ada beberapa pendekatan berbasis penelitian untuk pendidikan STEM terintegrasi seperti:

  • Design-Based Science (DBS) (Fortus, Krajcikb, Dershimerb, Marx, & MamlokNaamand, 2005),
  • Math Out of the Boxâ„¢ (Diaz & King, 2007 ),
  • Learning by Designâ„¢ (LBD) (Kolodner, et al., 2003),
  • Integrated Mathematics, Science, and Technology (IMaST) (Satchwell & Loepp, 2002),

Semuanya menggabungkan proses inkuiri berbasis kegiatan yang dapat mendorong siswa untuk mengkontekstualisasikan proyek sehubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada dan untuk mengkomunikasikan apa yang mereka pelajari sebagai hasilnya.

Umumnya, setiap program mengarahkan siswa melalui proses empat atau lima langkah, dengan setiap langkah mencapai tujuan berbasis proses tertentu.

C. Langkah-langkah atau tahapan dalam pembelajaran STEM-PjBL

Langkah-langkah atau tahapan dalam pembelajaran STEM-PjBL ada 5 yakni,

  • Refleksi (Reflection)
  • Research (Riset)
  • Discovery (Penemuan)
  • Application (Aplikasi)
  • Application (Komunikasi)

Penjelasan selengkapnya tentang langkah-langkah atau tahapan dalam pembelajaran STEM-PjBL sebagai berikut.

1. Refleksi (Reflection)

Tujuan tahap pertama adalah untuk membawa siswa dalam konteks masalah dan memberikan inspirasi untuk hal-hal yang dapat di selidiki oleh siswa (Fortus, Krajcikb, Dershimerb, Marx, & Mamlok-Naamand, 2005). Fase ini juga di maksudkan untuk menghubungkan apa yang diketahui dengan apa yang perlu di pelajari (Diaz & King, 2007).

2. Research (Riset)

Tahap kedua pembelajaran STEM-PjBL, berupa proses penelitian siswa. Guru sebagai memfasilitasi siswa untuk memilih bacaan yang relevan, atau metode lain untuk mengumpulkan informasi yang relevan (Fortus, Krajcikb, Dershimerb, Marx, & Mamlok-Naamand, 2005).

Pada proses pembelajaran ini, siswa berkembang dari pemahaman konkrit ke abstrak tentang masalah (Diaz & King, 2007). Selama fase penelitian guru memimpin diskusi untuk menentukan apakah siswa sedang mengembangkan pemahaman konseptual yang tepat dari proyek dan konsep yang relevan (Satchwell & Loepp, 2002).

3. Discovery (Penemuan)

Tahap ketiga pembelajaran STEM-PjBL adalah penemuan. Proses dalam tahapan ini menjembatani penelitian dan informasi yang di ketahui dengan kebutuhan proyek. Langkah ini adalah ketika siswa mulai mengambil alih proses pembelajaran dan menentukan apa yang masih belum di ketahui (Satchwell & Loepp, 2002).

Beberapa model proyek STEM memecah siswa menjadi kelompok kerja kecil untuk menyajikan solusi yang mungkin untuk masalah, untuk berkolaborasi dengan sesama siswa, dan untuk membangun kekuatan rekan-rekan mereka (Fortus, Krajcikb, Dershimerb, Marx, & Mamlok-Naamand, 2005).

Model lain menggunakan langkah ini untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk merefleksikan “kebiasaan pikiran” bahwa proses di rancang untuk membangun (Diaz & King, 2007).

4. Application (Aplikasi)

Pada tahap keempat pembelajaran STEM-PjBL adalah penerapan. Penerapan atau aplikasi tujuannya adalah untuk memodelkan solusi yang cukup memecahkan masalah. Dalam beberapa kasus, siswa menguji model terhadap persyaratan, yang hasilnya mengarahkan siswa untuk mengulangi langkah sebelumnya (Diaz & King, 2007). Dalam model lain, tahap ini memperluas pembelajaran ke konteks di luar STEM atau untuk memungkinkan koneksi antara disiplin STEM (Satchwell & Loepp, 2002).

5. Communication (Komunikasi)

Tahap kelima pembelajaran STEM-PjBL adalah komunikasi. Dalam setiap proyek adalah mempresentasikan model dan solusi kepada rekan-rekan dan komunitas. Ini merupakan langkah penting dalam proses pembelajaran karena keinginan untuk mengembangkan keterampilan komunikasi dan kolaborasi serta kemampuan untuk menerima dan menerapkan umpan balik yang konstruktif (Diaz & King, 2007). Seringkali, pengulas menilai penilaian otentik (rubrik) berdasarkan penyelesaian langkah terakhir ini (Satchwell & Loepp, 2002).

D. Karakteristik Program STEM-PjBL yang Efektif

Memimpin guru melalui materi siswa sebagai guru strategi pengembangan berjalan perjalanan panjang menuju persiapan dan memotivasi guru untuk merangkul pedagogis mendekati. Para peneliti pada proyek Matematika, Sains, dan Teknologi Terpadu Universitas Negeri Illinois (Diaz & King, 2007) menemukan lima karakteristik kurikulum berbasis inkuiri untuk mempromosikan fakultas STEM secara efektif.

  • Pertama, siswa mendapatkan berbagai dan pilihan tugas belajar untuk melibatkan mereka dalam proses pembelajaran dan meningkatkan motivasi mereka untuk menyelesaikan proyek.
  • Kedua, mereka menerima komunikasi dan penjelasan eksplisit untuk mengurangi ambiguitas yang di sebabkan oleh masalah terbuka.
  • Ketiga, mereka memiliki kesempatan untuk memodelkan solusi, berlatih memecahkan masalah, dan menerima umpan balik yang konstruktif pada tugas-tugas tingkat tinggi dari rekan-rekan dan pelatih.
  • Keempat, mereka terlibat dalam lingkungan instruksional yang berpusat pada siswa yang berfokus pada minat dan kebutuhan siswa secara individu.
  • Kelima, setiap pelajar menerima dukungan untuk kebutuhan belajar dan tingkat perkembangannya masing-masing, dari pelajar yang berprestasi tinggi hingga pelajar yang kesulitan

E. Tantangan untuk Program STEM-PjBL yang Efektif

Beberapa tantangan untuk berhasil mengimplementasikan program pendidikan STEM terintegrasi dapat di atasi dengan perhatian khusus pada desain program. Tentu saja ada tantangan yang jelas, termasuk waktu persiapan tambahan untuk guru, kebutuhan akan bahan dan sumber daya tambahan, dan penyimpanan inventaris, yang, di permukaan, mungkin tampak tidak dapat diatasi.

Dengan administrasi yang mendukung dan pendekatan tim kolaboratif, tantangan ini dapat di kelola. Namun, yang tidak begitu jelas adalah bagaimana menyikapi sikap guru terhadap beberapa pergeseran dalam praktik mengajar.

Penilaian autentik bisa bersifat subjektif, yang seringkali merupakan pendekatan baru bagi guru yang paling nyaman menentukan nilai berdasarkan tes objektif dan lembar kerja. Selain itu, dalam program terpadu, guru menemukan diri mereka di paksa untuk mempelajari konten baru, materi yang mungkin tidak mudah mereka dapatkan.

Studi evaluasi program yang ada menemukan bahwa sikap kolektif guru terhadap pelaksanaan program berdampak langsung pada pembelajaran siswa. Tantangan-tantangan ini dapat di kurangi melalui administrasi yang mendukung, pengembangan staf yang berkelanjutan, dan konsultan yang berfokus pada kebutuhan khusus guru yang beralih ke cara mengajar yang baru (Satchwell & Loepp, 2002).

Salah satu praktiknya adalah guru mengalami program STEM berbasis inkuiri baru sebagai pembelajar sebelum mereka di harapkan mendukungnya sebagai guru. Memimpin guru melalui materi siswa sebagai strategi pengembangan guru sangat membantu mempersiapkan dan memotivasi guru untuk merangkul pendekatan pedagogis (Diaz & King, 2007).

F. Kesimpulan

Guru menghadapi tantangan besar untuk mendukung siswa memulai karir atau program gelar sarjana, khususnya di bidang STEM (sains, teknologi, teknik dan matematika). Guru dapat berhasil menerapkan pendidikan STEM ketika mereka di dukung dengan program yang di dasarkan pada praktik terbaik dalam menyusun program.

Pembelajaran berbasis proyek memenuhi kebutuhan ini, dan menyediakan peta jalan bagi guru untuk mengadopsi pendekatan STEM. “Imagine Mars” adalah contoh pembelajaran berbasis proyek yang mengintegrasikan STEM.

Proyek ini mencontohkan manfaat pembelajaran berbasis proyek untuk memungkinkan siswa mentransfer pengetahuan dan keterampilan mereka ke masalah dunia nyata, termotivasi untuk belajar, dan untuk meningkatkan nilai matematika dan sains mereka.

Referensi

  • Diaz, D., & King, P. (2007). Adapting a Post-Secondary STEM Instructional Model to K-5 Mathematics Instruction. Clemson: Clemson University.
  • Elkind, D. (1999). Dialogue on Early Childhood Science, Mathematics, and Technology Education. Medford: American Association for the Advancement of Science.
  • Fortus, D., Krajcikb, J., Dershimerb, R. C., Marx, R. W., & Mamlok-Naamand, R. (2005). Design-based science and real-world problem solving. International Journal of Science Education, 855–879.
  • Kolodner, J. L., Camp, P. J., Crismond, D., Fasse, B., Gray, J., Holbrook, J., et al. (2003). Problem-Based Learning Meets Case-Based Reasoning in the Middle-School Science Classroom: Putting Learning by Design Into Practice. The Journal of the Learning Sciences, 495-547.
  • Satchwell, R., & Loepp, F. L. (2002-Spring). Designing and Implementing an Integrated Mathematics, Science, and Technology Curriculum for the Middle School. Retrieved 2010-9-November from Journal of Industrial Teacher Education: http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JITE/v39n3/satchwell.html.

Apa Itu STEM?

Herman Anis
2 min read

Model Pembelajaran STEM

Herman Anis
10 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

close
Index