HermanAnis.com. Tulisan kali ini akan membahas tentang Pengetahuan TPACK (Technological Pedagogical Content and Knowledge) sebagai Framework Pengetahuan Guru.
Baca Juga: Contoh Penerapan TPACK dalam Pembelajaran
A. Mengapa TPACK diperlukan?
Pengetahuan TPACK – Era sekarang ini diidentikkan dengan era Revolusi Industri (RI) 4.0, dan bahkan juga disebut era society 5.0. Apa beda keduanya, nanti kita bahas.
Dampak dari era RI 4.0, mungkin sama-sama telah kira rasakan. Sistem otomatisasi pada semua lini kehidupan telah menjadi pemicu terjadinya perubahan yang sangat cepat.
Dampak perubahan ini juga di rasakan dalam bidang pendidikan, seorang Guru yang dulunya “gaptek” dan malas untuk menggunakan teknologi dalam pembelajaran, “dipaksa” dan “terpaksa” harus belajar serta wajib tahu cara menggunakan teknologi yang dapat memfasilitasi peserta didik untuk belajar.
Pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran atau pendidikan sebenarnya bukan hal yang baru. Para ahli telah banyak yang memberikan tesis terhadap pentingnya penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
Salah satu pioner dalam hal ini adalah PUNYA MISHRA & MATTHEW J. KOEHLER. Mereka pada 2008 menulis salah satu artikel berjudul Technological Pedagogical Content Knowledge: A Framework for Teacher Knowledge.
Apakah itu, apa gagasannya, dan apa bedanya dengan konsep Pedagogical Content Knowledge (PCK) yang diajukan oleh Lee Shulman pada tahun 1986 dan 1987? Mari kita mulai, para ahli Teknologi Pendidikan berpandangan bahwa perkembangan teknologi yang terjadi seharusnya memiliki atau memberi dampak pada proses belajar dan mengajar di kelas.
Terjadinya perkembangan teknologi digital yang sangat cepat seperti adanya transformasi digital dari 3G ke 4G atau 5G, memungkinkan di gunakannya internet sebagai sistem pembelajaran online atau daring.
Misalnya, penggunaan learning Management System (LMS) seperti Sistem Pembelajaran Daring (SPADA) pada PT atau penggunaan Edmodo dalam pembelajaran di sekolah pada tahun-tahun sebelum Pandemi, tidak “seintens” sekarang.
Artinya perkembangan teknologi digital yang sangat cepat ini belum secara optimal di gunakan dalam pembelajaran. Seandainya Pandemi Covid-19 tidak ada, mungkin penggunaan Zoom, Google Suite, dan lainnya hanya digunakan oleh dosen-dosen dalam kajian IT saja.
Hal ini berarti bahwa, realitas yang ada masih jauh dari visi teknologi digital dalam mendukung pendidikan, nah ini yang coba kita bahas, mengapa hal ini terjadi?
Dalam tulisannya, Mishra & Koehler mengidentifikasi sebagian masalahnya adalah ada sepertinya kecenderungan untuk melihat teknologi secara terpisah dengan bagaimana menggunakannya dalam bidang pendidikan.
Memperkenalkan teknologi ke dalam proses pendidikan tentu tidak cukup, di sana perlu ada kajian tentang apa yang guru perlu tahu agar tepat memasukkan teknologi ke dalam pembelajaran, hal ini menjadi perhatian khususnya dari International Society for Technology in Education, 2000; National Council for Accreditation of Teacher Education, 1997; U.S. Congress Office of Technology Assessment, 1995; dan U.S. Department of Education, 2000; Zhao, 2003).
Dimana, fokus utamanya adalah belajar bagaimana teknologi di gunakan dalam pembelajaran (Carr, Jonassen, Litzinger, & Marra, 1998; Mishra & Koehler, 2003).
Baca Juga: Kelebihan dan Kekurangan TPACK
B. Pengetahuan TPACK – Kerangka Pengetahuan Guru
Pengetahuan TPACK – Kerangka dasar dari pengetahuan TPACK oleh Mishra & Koehler adalah pemahaman bahwa mengajar merupakan kegiatan kompleks yang mememerlukan pada banyak jenis pengetahuan.
Mengajar adalah keterampilan kognitif kompleks yang terjadi dalam lingkungan dinamis dan tidak terstruktur (Leinhardt & Greeno, 1986; Spiro, Coulson, Feltovich, & Anderson, 1988; Spiro, Feltovich, Jacobson, & Coulson, 1991).
Telah di ketahui, bahwa terdapat banyak sistem pengetahuan yang mendasar untuk mengajar, termasuk pengetahuan cara berpikir, dan pengetahuan tentang konten materi pelajaran.
Secara historis, basis pengetahuan guru harus di fokuskan pada pengetahuan konten is/materii (Shulman, 1986; Veal & MaKinster, 1999). Beberapa dekade terkhir, peningkatan kualitas pendidikan guru difokus pada pengetahuan pedagogi yang lebih menekankan pada praktik kelas pedagogis umum.
Fokus ini membuat pengetahuan pedagogi terlepas dari materi pelajaran. Akibatnya seringkali hal ini mengorbankan pengetahuan konten (Ball & Mc Diarmid, 1990). Dua-duanya penting.
Ada pandangan bahwa pengetahuan konten terpisah secara independen dengan pengetahuan pedagogi. Melihatnya begini, antara pengetahuan konten (C) dan pengetahuan pedagogi (P), secara terpisah atau independen. Sehingga pelatihan peningkatan kompetensi guru dilakukan secara terpisah.
Masing-masing fokus pada pengetahuan konten (C) atau pengetahuan pedagogi (P), akibatnya pengetahuan konten dan pedagogi benar-benar terpisah.
Apa sekarang program pelatihan guru ada yang seperti ini? he he he…mudah-mudahan sudah tidak ada.
Hal ini pada tahun 1986 dipikirkan oleh Lee Shulman, dia memajukan pemikiran tentang pengetahuan guru dengan memperkenalkan gagasan pengetahuan konten pedagogis yang disingkat (PCK).
Hasil penelitian Sulman memberikan ia klaim bahwa, perlunya penekanan pengetahuan konten dan pedagogi di perlakukan sebagai domain yang saling eksklusif atau terintegrasi dalam (Shulman, 1987).
Temuan pentingnya dalam program pendidikan guru yang ada pada saat itu adalah adanya penekanan atau fokus pelatihan pada pada salah satunya saja, pengetahuan konten/materi pelajaran atau pedagogi, hal ini terjadi dan cukup mendominasi.
Untuk mengatasi hal ini, ia mengusulkan mempertimbangkan hubungan yang di perlukan antara keduanya dengan memperkenalkan gagasan PCK.
PCK mewakili perpaduan konten dan pedagogi ke dalam pemahaman tentang bagaimana aspek-aspek tertentu dari materi pelajaran di atur, di adaptasi, dan di representasikan untuk pengajaran.
Shulman (1986) berpendapat bahwa memiliki pengetahuan tentang materi pelajaran dan strategi pedagogis umum wajib atau perlu dimiliki, namun itu saja tidak cukup, diperlukan integrasi antara konten dan pedagogi dalam praktek pembelajaran terlaksana secara baik.
Untuk mencirikan cara yang kompleks di mana guru berpikir tentang bagaimana konten tertentu harus di ajarkan, ia berpendapat untuk ”pengetahuan konten pedagogis” sebagai pengetahuan konten yang berhubungan dengan proses pengajaran, termasuk ”cara-cara mewakili dan merumuskan subjek yang membuatnya dapat di pahami oleh orang lain” (hal. 9).
Agar guru berhasil, mereka harus menghadapi kedua masalah (isi dan pedagogi) secara bersamaan dengan mewujudkan ”aspek konten yang paling erat dengan kemampuan mengajarnya” (hal. 9). Inti dari PCK adalah cara di mana materi pelajaran di ubah untuk mengajar. Hal ini terjadi ketika guru menafsirkan materi pelajaran dan menemukan cara yang berbeda untuk mewakili dan membuatnya dapat di akses oleh peserta didik.
Gagasan PCK telah di perluas dan mendapat kritik dari para ahli setelah Shulman (misalnya, lihat Cochran, King, & DeRuiter, 1993; van Driel, Verloop, & De Vos, 1998).
Secara fakta, deskripsi awal Shulman (1986) tentang pengetahuan guru ternyata mencakup lebih banyak kategori, seperti pengetahuan kurikulum dan pengetahuan tentang konteks pendidikan.
Masalah menjadi semakin rumit oleh temuan lain Shulman pada artikel yang diterbitkan setelahnya yang mengusulkan beberapa daftar pengetahuan atau kompetensi berbeda yang di anggap masih perlu di tambahkan.
Dalam bahasan ini, penekanan pada PCK di dasarkan pada pandangan Shulman di mana:
Tulisan setelah ini belum di edit….masih terjemahan bebas
Pengetahuan konten pedagogis adalah minat khusus karena mengidentifikasi tubuh khas pengetahuan untuk mengajar. Ini mewakili perpaduan konten dan pedagogi ke dalam pemahaman tentang bagaimana topik, masalah, atau isu tertentu di atur, di wakili, dan di sesuaikan dengan minat dan kemampuan peserta didik yang beragam, dan disajikan untuk pengajaran.
Sejak di perkenalkan pada tahun 1987, PCK telah menjadi gagasan yang berguna dan di gunakan secara luas. Misalnya, di bidang pendidikan sains, para sarjana seperti Anderson dan Mitchner (1994); Hewson dan Hewson (1988); Cochran, King, dan DeRuiter (1993); dan organisasi profesional seperti Asosiasi Guru Sains Nasional (NSTA, 1999) dan Dewan Nasional untuk Akreditasi Pendidikan Guru (NCATE, 1997) semuanya menekankan nilai PCK untuk persiapan guru dan pengembangan profesional guru.
Sebuah analisis Buku Pegangan Guru Pendidik (Murray, 1996) menunjukkan Shulman sebagai penulis keempat yang paling banyak di kutip dari hampir 1.500 penulis dalam indeks penulis buku, dengan mayoritas referensi di buat untuk konsep PCK ini (Segall, 2004).
Gagasan PCK sejak di perkenalkan pada tahun 1987 telah meresapi beasiswa yang berhubungan dengan pendidikan guru dan materi pelajaran pendidikan (lihat, misalnya, Ball, 1996; Cochran, King, & De-Ruiter, 1993; Grossman, 1990; Ma , 1999; Shulman, 1987; Wilson, Shulman, & Richert, 1987).
Hal ini dinilai sebagai konsep epistemologis yang secara berguna memadukan basis pengetahuan konten dan pedagogi yang di pisahkan secara tradisional.
Kami dapat mewakili kontribusi Shulman untuk beasiswa pengetahuan guru diagram dengan menghubungkan dua lingkaran Gambar 1 sehingga persimpangan mereka mewakili PCK sebagai interaksi antara pedagogi dan konten (lihat Gambar 2).
Dalam kata-kata Shulman (1986), persimpangan ini berisi di dalamnya “topik yang paling sering di ajarkan dalam bidang subjek seseorang, bentuk representasi yang paling berguna dari ide-ide itu, analogi, ilustrasi, contoh, penjelasan, dan demonstrasi yang paling kuat—dalam sebuah kata, cara merepresentasikan dan merumuskan subjek yang membuatnya dapat di pahami orang lain”.
Meskipun Shulman tidak membahas teknologi dan hubungannya dengan pedagogi dan konten, kami tidak percaya bahwa masalah ini di anggap tidak penting.
Ketika Shulman pertama kali membuat argumennya, isu seputar teknologi tidak di dahulukan seperti sekarang ini. Ruang kelas tradisional menggunakan berbagai teknologi, dari buku teks hingga proyektor overhead, dari mesin tik di ruang kelas bahasa Inggris hingga bagan tabel periodik di dinding laboratorium.
Namun, sampai saat ini, sebagian besar teknologi yang di gunakan di ruang kelas telah dibuat “transparan” (Bruce & Hogan, 1998), atau dengan kata lain, mereka telah menjadi hal biasa dan bahkan tidak dianggap sebagai teknologi.
Sebaliknya, penggunaan yang lebih umum dari teknologi mengacu pada komputer digital dan perangkat lunak komputer, artefak dan mekanisme yang baru dan belum menjadi bagian dari arus utama.
Jadi, meskipun pendekatan Shulman masih berlaku, apa yang telah berubah sejak tahun 1980-an adalah bahwa teknologi telah menjadi yang terdepan dalam wacana pendidikan terutama karena ketersediaan berbagai teknologi baru, terutama digital, dan persyaratan untuk belajar bagaimana menerapkannya pada pengajaran.
Teknologi baru ini menggabungkan perangkat keras dan perangkat lunak seperti komputer, permainan pendidikan, dan Internet serta berbagai aplikasi yang di dukungnya.
Teknologi baru ini telah mengubah sifat kelas atau memiliki potensi untuk melakukannya. Pertimbangkan aspek atau contoh yang di berikan Shulman sebagai hal yang penting bagi PCK, seperti ”analogi, ilustrasi, contoh, penjelasan dan demonstrasi yang paling kuat,” atau, dengan kata lain, ”cara merepresentasikan dan merumuskan subjek” agar lebih mudah di akses dan di pahami.
Jelas, teknologi memainkan peran penting dalam setiap aspek ini. Mulai dari gambar di papan tulis atau simulasi multimedia interaktif hingga lukisan pada tablet tanah liat atau hypertext berbasis web hingga metafora pompa jantung atau metafora komputer dari otak, teknologi telah membatasi dan memberikan berbagai representasi, analogi, contoh, penjelasan, dan demonstrasi yang dapat membantu membuat materi pelajaran lebih mudah di akses oleh pelajar.
Meskipun tidak semua guru telah menerima teknologi baru ini karena berbagai alasan—termasuk ketakutan akan perubahan dan kurangnya waktu serta dukungan —fakta bahwa teknologi ini akan tetap ada tidak dapat diragukan lagi.
Selain itu, kecepatan evolusi teknologi digital baru ini mencegahnya menjadi “transparan” dalam waktu dekat. Guru harus melakukan lebih dari sekadar belajar menggunakan alat yang tersedia saat ini; mereka juga harus mempelajari teknik dan keterampilan baru karena teknologi saat ini menjadi usang.
Ini adalah konteks yang sangat berbeda dari konseptualisasi pengetahuan guru sebelumnya, di mana teknologi dibakukan dan relatif stabil.
Penggunaan teknologi untuk pedagogi materi pelajaran tertentu bisa diharapkan untuk tetap relatif statis dari waktu ke waktu.
Dengan demikian, guru dapat fokus pada variabel yang terkait dengan konten dan pedagogi dan yakin bahwa konteks teknologi tidak akan berubah terlalu dramatis selama karir mereka sebagai guru. Konteks baru ini telah mengedepankan teknologi dengan cara yang tidak dapat dibayangkan beberapa tahun yang lalu.
Dengan demikian, pengetahuan tentang teknologi menjadi aspek penting dari pengetahuan guru secara keseluruhan.
Yang menarik adalah bahwa diskusi saat ini tentang peran pengetahuan teknologi tampaknya memiliki banyak masalah yang sama seperti yang di identifikasi Shulman pada 1980-an.
Misalnya, sebelum karya mani Shulman di PCK, pengetahuan tentang konten dan pengetahuan pedagogi di anggap terpisah dan independen satu sama lain.
Demikian pula, saat ini, pengetahuan tentang teknologi sering di anggap terpisah dari pengetahuan pedagogi dan konten.
Pendekatan ini dapat di representasikan sebagai tiga lingkaran, dua di antaranya (isi dan pedagogi) tumpang tindih seperti yang di jelaskan oleh Shulman, dan satu lingkaran (teknologi) berdiri terpisah dari keduanya.
Gambar 3 mewakili struktur pengetahuan yang mendasari banyak wacana saat ini tentang teknologi pendidikan.
Artinya, teknologi di pandang sebagai seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang terpisah yang harus di pelajari, dan hubungan antara keterampilan ini dan dasar pengajaran yang benar dan teruji (isi dan pedagogi) tidak ada atau di anggap tidak ada relatif sepele untuk di peroleh dan di implementasikan.
Desain dan implementasi lokakarya atau program pelatihan guru yang mempromosikan pembelajaran keterampilan perangkat keras dan perangkat lunak tertentu sebagai cukup untuk melengkapi basis pengetahuan guru untuk mengajar dengan teknologi adalah konsekuensi langsung dari perspektif ini.
Namun, hubungan antara konten (materi pelajaran aktual yang harus di pelajari dan di ajarkan), pedagogi (proses dan praktik atau metode belajar mengajar), dan teknologi (baik yang biasa, seperti papan tulis, dan canggih, seperti komputer digital). ) kompleks dan bernuansa.
Teknologi sering datang dengan keharusan mereka sendiri yang membatasi konten yang harus di cakup dan sifat representasi yang mungkin.
Keputusan ini memiliki efek riak dengan mendefinisikan, atau dengan cara lain, membatasi, gerakan instruksional dan keputusan pedagogis lainnya.
Jadi mungkin tidak tepat untuk melihat pengetahuan tentang teknologi sebagai terisolasi dari pengetahuan pedagogi dan konten.
Berbeda dengan pandangan sederhana tentang teknologi (Gambar 3), kerangka kerja kami (Gambar 4) menekankan hubungan, interaksi, keterjangkauan, dan kendala antara dan di antara konten, pedagogi, dan teknologi.
Dalam model ini, pengetahuan tentang konten (C), pedagogi (P), dan teknologi (T) sangat penting untuk mengembangkan pengajaran yang baik.
Namun, alih-alih memperlakukan ini sebagai kumpulan pengetahuan yang terpisah, model ini juga menekankan interaksi kompleks dari ketiga kumpulan pengetahuan ini. Kami tidak berpendapat bahwa pendekatan TPCK ini benar-benar baru.
Sarjana lain berpendapat bahwa pengetahuan tentang teknologi tidak dapat di perlakukan sebagai bebas konteks dan bahwa pengajaran yang baik membutuhkan pemahaman tentang bagaimana teknologi berhubungan dengan pedagogi dan konten (Hughes, 2005; Keating & Evans, 2001; Lundeberg, Bergland, Klyczek, & Hoffman, 2003; Margerum-Leys & Marx, 2002; Neiss , 2005; Zhao, 2003).
Apa yang membedakan pendekatan kami adalah kekhususan artikulasi kami tentang hubungan antara konten, pedagogi, dan teknologi ini.
Secara praktis, ini berarti bahwa selain melihat masing-masing komponen ini secara terpisah, kita juga perlu melihatnya secara berpasangan: pengetahuan konten pedagogis (PCK), pengetahuan konten teknologi (TCK), pengetahuan pedagogis teknologi (TPK), dan pengetahuan konten teknologi (TCK). Ketiganya di ambil bersama-sama sebagai pengetahuan konten pedagogis teknologi (TPCK).
Ini mirip dengan langkah yang di lakukan oleh Shulman, di mana ia mempertimbangkan hubungan antara konten dan pedagogi dan menamakannya sebagai pengetahuan konten pedagogis.
Dalam kasus kami, pertimbangan serupa membawa kami ke tiga pasang persimpangan pengetahuan dan satu triad. Salah satu pasangan, pengetahuan konten pedagogis, di perkenalkan dan di artikulasikan oleh Shulman.
Dengan demikian, elemen dan hubungan berikut ini penting dalam kerangka yang kami usulkan.
Pengetahuan TPACK – PENGETAHUAN KONTEN
Pengetahuan TPACK – Content knowledge (CK) adalah pengetahuan tentang materi pelajaran sebenarnya yang akan di pelajari atau di ajarkan.
Konten yang akan di bahas dalam studi sosial sekolah menengah atau aljabar sangat berbeda dari konten yang akan di bahas dalam kursus pascasarjana tentang ilmu komputer atau sejarah seni.
Jelas, guru harus mengetahui dan memahami mata pelajaran yang mereka ajarkan, termasuk pengetahuan tentang fakta, konsep, teori, dan prosedur sentral dalam bidang tertentu; pengetahuan tentang kerangka penjelasan yang mengatur dan menghubungkan ide-ide; dan pengetahuan tentang aturan pembuktian dan pembuktian (Shulman, 1986).
Guru juga harus memahami sifat pengetahuan dan inkuiri di berbagai bidang. Sebagai contoh, bagaimana bukti dalam matematika berbeda dari penjelasan sejarah atau interpretasi sastra?
Guru yang tidak memiliki pemahaman ini dapat salah menggambarkan mata pelajaran tersebut kepada siswanya (Ball & McDiarmid, 1990).
Pengetahuan TPACK – PENGETAHUAN PEDAGOGIS
Pengetahuan TPACK – Pengetahuan pedagogis (PK) adalah pengetahuan yang mendalam tentang proses dan praktik atau metode belajar mengajar dan bagaimana hal itu mencakup, antara lain, tujuan, nilai, dan tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Ini adalah bentuk umum pengetahuan yang terlibat dalam semua masalah pembelajaran siswa, manajemen kelas, pengembangan dan implementasi rencana pelajaran, dan evaluasi siswa.
Ini mencakup pengetahuan tentang teknik atau metode yang akan di gunakan di kelas; sifat audiens sasaran; dan strategi untuk mengevaluasi pemahaman siswa.
Seorang guru dengan pengetahuan pedagogis yang mendalam memahami bagaimana siswa membangun pengetahuan, memperoleh keterampilan, dan mengembangkan kebiasaan pikiran dan disposisi positif terhadap pembelajaran.
Dengan demikian, pengetahuan pedagogis membutuhkan pemahaman tentang teori pembelajaran kognitif, sosial, dan perkembangan dan bagaimana penerapannya pada siswa di kelas mereka.
Pengetahuan TPACK – PENGETAHUAN KONTEN PEDAGOGIS
Pengetahuan TPACK – Ide pengetahuan konten pedagogis konsisten dengan, dan mirip dengan, ide pengetahuan pedagogi Shulman yang berlaku untuk pengajaran konten tertentu.
TPACK ini termasuk pendekatan pengajaran apa yang sesuai dengan konten, dan juga, mengetahui bagaimana elemen konten dapat di atur untuk pengajaran yang lebih baik.
Pengetahuan ini berbeda dengan pengetahuan seorang ahli disiplin ilmu dan juga dari pengetahuan pedagogis umum yang dimiliki oleh para guru lintas disiplin ilmu.
PCK berkaitan dengan representasi dan perumusan konsep, teknik pedagogis, pengetahuan tentang apa yang membuat konsep sulit atau mudah di pelajari, pengetahuan tentang pengetahuan awal siswa, dan teori epistemologi.
Ini juga melibatkan pengetahuan tentang strategi pengajaran yang menggabungkan representasi konseptual yang tepat untuk mengatasi kesulitan dan kesalahpahaman pelajar dan mendorong pemahaman yang bermakna.
Ini juga mencakup pengetahuan tentang apa yang di bawa siswa ke situasi belajar, pengetahuan yang mungkin bersifat fasilitatif atau disfungsional untuk tugas belajar tertentu yang di hadapi.
Nah, pengetahuan mencakup strategi mereka, konsepsi sebelumnya (baik “naif” dan diproduksi secara instruksional), kesalahpahaman yang mungkin mereka miliki tentang domain tertentu, dan potensi kesalahan penerapan pengetahuan sebelumnya.
Pengetahuan TPACK – PENGETAHUAN TEKNOLOGI
Pengetahuan TPACK – Pengetahuan teknologi (TK) adalah pengetahuan tentang teknologi standar, seperti buku, kapur dan papan tulis, dan teknologi yang lebih maju, seperti internet dan video digital. Ini melibatkan keterampilan yang di butuhkan untuk mengoperasikan teknologi tertentu.
Dalam hal teknologi digital, ini termasuk pengetahuan tentang sistem operasi dan perangkat keras komputer, dan kemampuan untuk menggunakan perangkat perangkat lunak standar seperti pengolah kata, spreadsheet, browser, dan email.
TK mencakup pengetahuan tentang cara menginstal dan menghapus perangkat periferal, menginstal dan menghapus program perangkat lunak, dan membuat dan mengarsipkan dokumen.
Sebagian besar lokakarya dan tutorial teknologi standar cenderung berfokus pada perolehan keterampilan tersebut. Karena teknologi terus menerus berubah, sifat TK juga perlu bergeser seiring waktu.
Misalnya, banyak contoh yang di berikan di atas (sistem operasi, pengolah kata, browser, dll.) pasti akan berubah, dan bahkan mungkin hilang, di tahun-tahun mendatang.
Kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dengan teknologi baru (terlepas dari apa teknologi spesifiknya) akan tetap penting.
Pengetahuan TPACK – PENGETAHUAN KONTEN TEKNOLOGI
Pengetahuan TPACK – Pengetahuan konten teknologi (TCK) adalah pengetahuan tentang cara di mana teknologi dan konten saling terkait.
Meskipun teknologi membatasi jenis representasi yang mungkin, teknologi yang lebih baru sering kali memberikan representasi yang lebih baru dan lebih bervariasi serta fleksibilitas yang lebih besar dalam menavigasi seluruh representasi ini.
Guru perlu mengetahui tidak hanya materi pelajaran yang mereka ajarkan tetapi juga cara materi pelajaran dapat di ubah dengan penerapan teknologi.
Misalnya, pertimbangkan Sketchpad Geometer sebagai alat untuk mengajar geometri. Hal ini memungkinkan siswa untuk bermain dengan bentuk dan bentuk, sehingga lebih mudah untuk membangun bukti geometri standar.
Dalam hal ini, program perangkat lunak hanya mengemulasi apa yang di lakukan sebelumnya ketika belajar geometri. Namun, program komputer melakukan lebih dari itu.
Dengan membiarkan siswa “bermain” dengan konstruksi geometris, itu juga mengubah sifat belajar geometri itu sendiri; pembuktian dengan konstruksi adalah bentuk representasi dalam matematika yang tidak tersedia sebelum teknologi ini. Argumen serupa dapat di buat untuk berbagai produk perangkat lunak lainnya.
Pengetahuan TPACK – PENGETAHUAN PEDAGOGIS TEKNOLOGI
Pengetahuan TPACK – Pengetahuan pedagogis teknologi (TPK) adalah pengetahuan tentang keberadaan, komponen, dan kemampuan berbagai teknologi seperti yang di gunakan dalam pengaturan belajar mengajar, dan sebaliknya, mengetahui bagaimana pengajaran dapat berubah sebagai akibat dari penggunaan teknologi tertentu.
Ini mungkin termasuk pemahaman bahwa berbagai alat ada untuk tugas tertentu, kemampuan untuk memilih alat berdasarkan kesesuaiannya, strategi untuk menggunakan keterjangkauan alat, dan pengetahuan tentang strategi pedagogis dan kemampuan untuk menerapkan strategi tersebut untuk penggunaan teknologi.
Ini termasuk pengetahuan tentang alat untuk memelihara catatan kelas, kehadiran, dan penilaian, dan pengetahuan tentang ide-ide berbasis teknologi umum seperti WebQuests, papan diskusi, dan ruang obrolan.
Pengetahuan TPACK – PENGETAHUAN KONTEN PEDAGOGIS TEKNOLOGI
Pengetahuan TPACK – Pengetahuan konten pedagogis teknologi (TPCK) adalah bentuk pengetahuan yang muncul yang melampaui ketiga komponen (konten, pedagogi, dan teknologi). Hal ini berbeda dengan pengetahuan ahli disiplin atau teknologi dan juga dari pengetahuan pedagogis umum yang di bagikan oleh guru lintas disiplin ilmu.
TPACK merupakan dasar pengajaran yang baik dengan teknologi dan membutuhkan pemahaman tentang representasi konsep dengan menggunakan teknologi; teknik pedagogis yang menggunakan teknologi dengan cara yang konstruktif untuk mengajarkan konten; pengetahuan tentang apa yang membuat konsep sulit atau mudah di pelajari dan bagaimana teknologi dapat membantu mengatasi beberapa masalah yang di hadapi siswa; pengetahuan tentang pengetahuan awal siswa dan teori epistemologi; dan pengetahuan tentang bagaimana teknologi dapat di gunakan untuk membangun pengetahuan yang ada dan untuk mengembangkan epistemologi baru atau memperkuat epistemologi lama.
Menggambarkan PCK, Marks (1990) mengatakan bahwa itu “mewakili kelas pengetahuan yang penting bagi pekerjaan guru dan yang biasanya tidak di pegang oleh ahli materi pelajaran non-pengajaran atau oleh guru yang tahu sedikit tentang mata pelajaran itu” ( 1990, hal. 9).
Dalam kasus TPACK, kita dapat mengutip kutipannya untuk membaca, ”TPACK mewakili kelas pengetahuan yang penting bagi pekerjaan guru dengan teknologi.
Pengetahuan ini biasanya tidak di miliki oleh ahli materi pelajaran yang mahir secara teknologi, atau oleh ahli teknologi yang tahu sedikit tentang subjek atau pedagogi, atau oleh guru yang tahu sedikit tentang subjek itu atau tentang teknologi.”
Dengan demikian, model integrasi teknologi kami dalam pengajaran dan pembelajaran berpendapat bahwa mengembangkan konten yang baik membutuhkan jalinan yang bijaksana dari ketiga sumber utama pengetahuan: teknologi, pedagogi, dan konten. Inti dari argumen kami adalah bahwa tidak ada solusi teknologi tunggal yang berlaku untuk setiap guru, setiap kursus, atau setiap pandangan pengajaran.
Pengajaran berkualitas membutuhkan pengembangan pemahaman yang bernuansa tentang hubungan kompleks antara teknologi, konten, dan pedagogi, dan menggunakan pemahaman ini untuk mengembangkan strategi dan representasi yang sesuai dengan konteks.
Integrasi teknologi produktif dalam pengajaran perlu mempertimbangkan ketiga isu tersebut tidak secara terpisah, melainkan dalam hubungan kompleks dalam sistem yang di tentukan oleh tiga elemen kunci.
Jelas, memisahkan tiga komponen (konten, pedagogi, dan teknologi) dalam model kami adalah tindakan analitik dan sulit untuk di hilangkan dalam praktik.
Pada kenyataannya, komponen-komponen ini ada dalam keadaan keseimbangan dinamis atau, seperti yang di katakan oleh filsuf Kuhn (1977) dalam konteks yang berbeda, dalam keadaan “ketegangan esensial”.
Pandangan tradisional tentang hubungan antara ketiga aspek tersebut berpendapat bahwa konten mendorong sebagian besar keputusan; tujuan pedagogis dan teknologi yang akan di gunakan mengikuti dari pilihan apa yang akan di ajarkan.
Namun, hal-hal jarang yang jelas, terutama ketika teknologi yang lebih baru di pertimbangkan. Pengenalan Internet dapat di lihat sebagai contoh teknologi yang kedatangannya memaksa para pendidik untuk memikirkan isu-isu pedagogis inti (Peruski & Mishra, 2004; Wallace, 2004).
Jadi, dalam konteks ini, Melihat salah satu komponen ini secara terpisah dari yang lain merupakan kerugian nyata bagi pengajaran yang baik. Pengajaran dan pembelajaran dengan teknologi ada dalam hubungan transaksional yang dinamis (Bruce, 1997; Dewey & Bentley, 1949; Rosenblatt, 1978) antara tiga komponen dalam kerangka kami; perubahan pada salah satu faktor harus “di kompensasikan” dengan perubahan pada dua faktor lainnya.
Misalnya, mengajar kimia (konten) akan mendorong jenis representasi yang akan di gunakan (representasi simbolik seperti persamaan, atau representasi visual seperti diagram molekuler—yaitu, pedagogi) dan teknologi yang di gunakan untuk menampilkan dan memanipulasinya.
Dalam contoh ini, teknologi yang sesuai mencakup plug-in khusus, seperti CHIME, yang memungkinkan siswa untuk melihat dan memanipulasi representasi molekul secara dinamis.
Jika, di sisi lain, teknologi yang tersedia saat ini tidak akan mendukung penulisan persamaan atau representasi, itu akan memaksa instruktur online untuk mengembangkan cara lain untuk mewakili konten dan dengan demikian berdampak pada pedagogi.
Demikian pula, jika isi kursus adalah tentang mempelajari fakta-fakta sederhana tentang sifat-sifat setiap unsur kimia periodik, maka beberapa representasi pedagogis (misalnya, esai) tidak begitu menarik.
Demikian juga, kursus tentang film mungkin memerlukan alat teknologi tertentu, seperti video digital.
Interaksi ini berjalan dua arah; memutuskan alat teknologi tertentu akan menawarkan kendala pada representasi yang dapat di kembangkan dan konten kursus yang dapat di cakup dan d isampaikan, yang pada gilirannya mempengaruhi proses pedagogis juga.
jika isi kursus adalah tentang mempelajari fakta-fakta sederhana tentang sifat-sifat masing-masing unsur kimia periodik, maka beberapa representasi pedagogis (misalnya, esai) tidak begitu menarik.
Demikian juga, kursus tentang film mungkin memerlukan alat teknologi tertentu, seperti video digital. Interaksi ini berjalan dua arah; memutuskan alat teknologi tertentu akan menawarkan kendala pada representasi yang dapat di kembangkan dan konten kursus yang dapat di cakup dan di sampaikan, yang pada gilirannya mempengaruhi proses pedagogis juga.
Jika isi kursus adalah tentang mempelajari fakta-fakta sederhana tentang sifat-sifat masing-masing unsur kimia periodik, maka beberapa representasi pedagogis (misalnya, esai) tidak begitu menarik.
Demikian juga, kursus tentang film mungkin memerlukan alat teknologi tertentu, seperti video digital. Interaksi ini berjalan dua arah; memutuskan alat teknologi tertentu akan menawarkan kendala pada representasi yang dapat di kembangkan dan konten kursus yang dapat di cakup dan di sampaikan, yang pada gilirannya mempengaruhi proses pedagogis juga.
Masuknya teknologi baru atau media baru untuk mengajar tiba-tiba memaksa kita untuk menghadapi masalah pendidikan dasar karena teknologi atau media baru ini merekonstruksi keseimbangan dinamis di antara ketiga elemen tersebut.
Misalnya, pertimbangkan anggota fakultas mengembangkan kursus online untuk pertama kalinya. Kebaruan relatif dari teknologi online memaksa anggota fakultas ini untuk menangani ketiga faktor tersebut, dan hubungan di antara mereka, sering kali mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan tentang pedagogi mereka, sesuatu yang mungkin belum pernah mereka lakukan dalam waktu yang lama (Peruski & Mishra, 2004).
Penambahan teknologi baru tidak sama dengan penambahan modul lain pada suatu mata kuliah. Ini sering menimbulkan pertanyaan mendasar tentang konten dan pedagogi yang dapat membanjiri instruktur yang berpengalaman sekalipun.
Dengan demikian, TPCK merupakan bentuk pengetahuan yang di bawa oleh guru ahli untuk di mainkan kapan pun mereka mengajar. Kadang-kadang ini mungkin tidak jelas, terutama dalam kasus di mana teknologi standar (transparan) di gunakan.
Tetapi teknologi yang lebih baru sering mengganggu status quo, yang mengharuskan guru untuk mengkonfigurasi ulang tidak hanya pemahaman mereka tentang teknologi tetapi juga ketiga komponen tersebut.
Di sisa artikel ini, kami membahas beberapa konsekuensi potensial dari kerangka TPCK untuk praktik guru, pendidik guru, dan peneliti pendidikan.
Secara khusus, kami memusatkan perhatian kami pada bagaimana TPCK dapat di kembangkan dan bagaimana perkembangan ini dapat di pelajari.
Kami berpendapat bahwa pertimbangan serius dari kerangka kerja ini menunjukkan kemungkinan restrukturisasi pengalaman pengembangan profesional bagi guru sehingga mereka dapat mengembangkan jenis pemahaman bernuansa yang di minta dalam kerangka TPCK kami.
Pendekatan kami untuk pengembangan profesional dalam kerangka ini, teknologi pembelajaran dengan desain, adalah penekanan dari bagian berikut.
MENERAPKAN KERANGKA KERJA TPCK PADA PEDAGOGI
Pengetahuan TPACK – Bagaimana guru memperoleh pemahaman tentang hubungan kompleks antara konten, pedagogi, dan teknologi?
Pendekatan standar menunjukkan bahwa guru hanya perlu di latih untuk menggunakan teknologi. Mendasari pendekatan ini adalah pandangan teknologi yang melihatnya sebagai keterampilan yang berlaku secara universal; membuka kekuatan dan potensi teknologi dapat di capai dengan memperoleh kompetensi dasar dengan paket perangkat keras dan perangkat lunak.
Pendekatan ini paling baik di contohkan oleh sejumlah besar standar teknologi negara bagian dan nasional yang telah di terapkan baru-baru ini dan yang menekankan peningkatan pengetahuan guru tentang versi perangkat keras dan perangkat lunak saat ini (CEO Forum on Education and Technology, 2000; Handler & Strudler, 1997; Hirumi & Grau, 1996; Dewan Nasional Akreditasi Pendidikan Guru, 1997; AS Kantor Kongres Penilaian Teknologi, 1995; Departemen Pendidikan AS, 2003; Wiebe & Taylor, 1997; Zhao & Conway, 2001).
Lompatan keyakinan, bagaimanapun, adalah bahwa dengan menunjukkan kemahiran mereka dengan perangkat lunak dan perangkat keras saat ini, guru akan dapat berhasil memasukkan teknologi ke dalam kelas mereka.
Lankshear (1997) menggambarkan penekanan ini sebagai bentuk rasionalitas teknokratis terapan—pandangan bahwa teknologi mandiri dan memiliki integritas independen, dan bahwa untuk membuka potensi dan kekuatannya hanya memerlukan mempelajari keterampilan dasar tertentu.
Guru akan dapat berhasil memasukkan teknologi ke dalam kelas mereka. Lankshear (1997) menggambarkan penekanan ini sebagai bentuk rasionalitas teknokratis terapan—pandangan bahwa teknologi mandiri dan memiliki integritas independen, dan bahwa untuk membuka potensi dan kekuatannya hanya memerlukan mempelajari keterampilan dasar tertentu.
Guru akan dapat berhasil memasukkan teknologi ke dalam kelas mereka. Lankshear (1997) menggambarkan penekanan ini sebagai bentuk rasionalitas teknokratis terapan—pandangan bahwa teknologi mandiri dan memiliki integritas independen, dan bahwa untuk membuka potensi dan kekuatannya hanya memerlukan mempelajari keterampilan dasar tertentu.
Sebagai konsekuensi dari inisiatif ini oleh pembuat kebijakan, pendidik guru, dan penggemar teknologi, kami melihat berbagai lokakarya dan kursus pendidikan guru tentang perangkat lunak umum yang memiliki aplikasi di seluruh konten dan konteks pedagogis.
Penekanan konten-netral pada perangkat lunak generik mengasumsikan bahwa mengetahui teknologi secara otomatis mengarah pada pengajaran yang baik dengan teknologi.
Teknik standar pengembangan profesional guru atau pengembangan fakultas, seperti lokakarya atau kursus teknologi mandiri, di dasarkan pada pandangan bahwa teknologi itu mandiri dan menekankan pembagian antara bagaimana dan di mana keterampilan di pelajari (misalnya, lokakarya) dan di mana keterampilan itu akan di terapkan (misalnya, ruang kelas).
Ini agak mirip dengan jenis representasi pengetahuan yang di gambarkan pada Gambar 3.
Kebanyakan sarjana yang bekerja di bidang ini setuju bahwa metode tradisional pelatihan teknologi untuk guru-terutama lokakarya dan kursus-tidak cocok untuk menghasilkan “pemahaman mendalam” yang dapat membantu guru dalam memberikan tentang bagaimana guru harus mencapai keterampilan ini.
Hal ini sering mengarah pada perkembangan situasi pembelajaran teknologi yang mengikuti standar standar tetapi bertentangan dengan semangat integrasi teknologi yang sebenarnya.
Misalnya, lokakarya untuk mengajarkan paket perangkat keras atau perangkat lunak tertentu, menurut kami, mengarah pada akumulasi fakta-fakta yang lembam (Whitehead, 1953), sebagai lawan dari integrasi atau aplikasi pengetahuan.
Guru sering di minta untuk belajar menerapkan keterampilan ini di kelas mereka sendiri (Kent & McNergney, 1999), biasanya melalui trial and error.
Meskipun sebagian dari masalahnya adalah kekurangan sumber daya (waktu dan uang), kami percaya bahwa ada masalah yang lebih dalam dan lebih sulit di pecahkan terkait dengan nilai, dan tujuan.
Dalam kerangka TPCK yang telah kami usulkan, pendekatan konteks netral cenderung gagal karena mereka terlalu menekankan keterampilan teknologi (“T” dalam model) tanpa mengembangkan pengetahuan teknologi pedagogis, pengetahuan konten teknologi, atau pengetahuan konten pedagogis teknologi.
Dengan kata lain, sekedar mengetahui bagaimana menggunakan teknologi tidak sama dengan mengetahui bagaimana mengajar dengan teknologi tersebut.
Sebuah survei oleh Milken Family Foundation dan International Society for Technology (ISTE) menemukan bahwa program pelatihan guru secara umum tidak memberikan guru masa depan dengan jenis pengalaman yang di perlukan untuk mempersiapkan mereka menggunakan teknologi secara efektif di kelas mereka (Milken Exchange on Education Technology , 1999).
Secara khusus, mereka menemukan bahwa kursus TI mandiri yang formal tidak berkorelasi baik dengan keterampilan teknologi dan kemampuan untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pengajaran.
Mereka merekomendasikan bahwa program persiapan guru meningkatkan tingkat integrasi teknologi dalam program akademik mereka sendiri.
Standar yang lebih baru, seperti International Society for Technology (ISTE) dan Dewan Nasional untuk Akreditasi Pendidikan Guru (NCATE, 1997, di revisi pada 2001), telah beralih dari penekanan hanya pada keterampilan dasar dan telah menyebutkan serangkaian tujuan tingkat tinggi yang penting untuk pedagogi efektif dengan teknologi (Glenn, 2002a, 2002b; Handler & Strudler, 1997; Wise, 2001).
Perspektif yang kaya, kompleks, dan terletak yang kita dan orang lain perdebatkan jelas membutuhkan pengembangan strategi yang sangat berbeda untuk mengembangkan guru.
Sebuah tinjauan penelitian pendidikan guru baru-baru ini mengenai teknologi akan menunjukkan banyak contoh program pendidikan guru yang telah menerapkan teknologi instruksional dengan cara yang mendorong integrasi (misalnya lihat, Fulton, Glenn, & Valdez, 2003; Fulton, Glenn, Valdez, & Blomeyer , 2002; Hacker & Niederhauser, 2000; Loucks-Horsley, Hewson, Love, & Stiles, 1997; Niederhauser, Salem, & Fields, 1999; Niederhauser & Stoddart, 2001; Strudler & Wetzel, 1999).
Sebagian besar pendekatan ini melibatkan penyediaan guru dan calon guru dengan pengalaman dengan masalah pendidikan yang nyata untuk di pecahkan oleh teknologi.
Pekerjaan kami pada teknologi pembelajaran dengan desain juga memanfaatkan gagasan untuk melibatkan guru dalam pemecahan masalah otentik dengan teknologi.
KESIMPULAN
Pengetahuan TPACK – Kompleksitas pengetahuan guru membuatnya sangat sulit untuk di representasikan dalam satu kerangka atau teori yang menyeluruh (Fenstermacher, 1994).
Secara khusus, setiap representasi pengetahuan guru perlu mencerminkan sifatnya yang di bangun secara sosial dan dinamis.
Dalam artikel ini, kami memiliki berpendapat bahwa yang mendasari kompleksitas pengetahuan guru adalah komponen kunci tertentu dan hubungan transaksional di antara komponen-komponen ini.
Kerangka TPCK memungkinkan kita untuk memisahkan beberapa isu kunci yang di perlukan untuk dialog ilmiah tentang teknologi pendidikan.
Model kami mempertimbangkan bagaimana konten, pedagogi, dan teknologi saling membatasi secara dinamis. Selain itu, kami menunjukkan bagaimana kerangka kerja TPCK dapat di gunakan untuk merancang strategi pedagogis dan lensa analitik untuk mempelajari perubahan dalam pengetahuan pendidik tentang keberhasilan pengajaran dengan teknologi.
Penelitian kami menunjukkan bahwa, jika di beri kesempatan untuk terlibat secara serius dalam desain teknologi pendidikan, guru menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa dalam kepekaan mereka terhadap interaksi kompleks antara konten, pedagogi, dan teknologi, sehingga mengembangkan TPCK mereka.
Sering, analisis diskusi kelompok berfokus pada sifat kontrol dan evolusi dinamika kelompok. Namun, dengan menggunakan lensa yang di sarankan oleh model kami, fokus di arahkan pada apa yang benar-benar penting: pemahaman yang koheren dan bernuansa pengetahuan konten pedagogis teknologi.
Kami percaya bahwa mengembangkan TPCK harus menjadi tujuan penting pendidikan guru. Seperti yang di katakan Shulman (1987).
Tujuan pendidikan guru bukan untuk mengindoktrinasi atau melatih guru untuk berperilaku dengan cara yang di tentukan, tetapi untuk mendidik guru untuk berpikir dengan baik tentang pengajaran mereka serta untuk melakukan dengan terampil.
Penalaran yang baik membutuhkan proses berpikir tentang apa yang mereka lakukan dan basis fakta, prinsip, dan pengalaman yang memadai untuk di jadikan alasan.
Guru harus belajar menggunakan basis pengetahuan mereka untuk memberikan dasar bagi pilihan dan tindakan. Pengajaran yang baik tidak hanya efektif secara perilaku, tetapi juga harus di atur ulang di atas dasar premis yang cukup beralasan.
Kami percaya bahwa kerangka TPCK dapat memandu penelitian lebih lanjut dan pekerjaan pengembangan kurikulum di bidang pendidikan guru dan pengembangan profesional guru seputar teknologi.
Kerangka kerja ini memungkinkan kita untuk melihat seluruh proses integrasi teknologi sebagai hal yang dapat di terima untuk pekerjaan analisis dan pengembangan.
Yang paling penting, kerangka TPCK memungkinkan kita untuk mengidentifikasi apa yang penting dan apa yang tidak dalam diskusi tentang pengetahuan guru seputar penggunaan teknologi untuk mengajar materi pelajaran.
Singkatnya, kami melihat pekerjaan kami sebagai kontribusi, di berbagai tingkatan, untuk teori, pedagogi, metodologi, dan praktik.
Di bidang teori, kami telah memperluas diskusi sebelumnya tentang TPCK (Hughes, 2005; Keating & Evans, 2001; Lundeberg et al., 2003; Margerum-Leys & Marx, 2002; Zhao, 2003) dan menempatkannya di landasan yang lebih kuat.
Di bidang pedagogi, kami memberikan dukungan tambahan untuk penggunaan aktivitas berbasis desain autentik untuk teknologi pengajaran dengan memungkinkan siswa untuk belajar dalam konteks yang menghormati hubungan yang kaya antara teknologi, materi pelajaran (konten), dan sarana pengajaran itu (pedagogi).
Secara metodologis, kami telah menyajikan skema representasi yang memungkinkan pelacakan sifat TPCK yang dibangun secara sosial dan dinamis saat berkembang melalui diskusi dan keterlibatan dengan masalah pedagogis, teknologi, dan terkait konten.
Akhirnya, kami percaya bahwa pendekatan yang kami kembangkan dalam artikel ini dan publikasi lainnya dapat menjadi dasar untuk perspektif yang lebih terintegrasi dalam penelitian dan pedagogi.
Kami juga percaya bahwa pendekatan semacam itu dapat membantu menjembatani kesenjangan antara penelitian dan praktik pendidikan (Brown, 1992; Cobb et al., 2003; Design-Based Research Collective, 2003).
Kami peka terhadap fakta bahwa dalam domain yang kompleks, multifaset, dan tidak terstruktur seperti integrasi teknologi dalam pendidikan, tidak ada kerangka tunggal yang menceritakan ”cerita lengkap”; tidak ada kerangka kerja tunggal yang dapat memberikan semua jawaban. Kerangka kerja TPCK tidak terkecuali.
Namun, kami percaya bahwa kerangka kerja apa pun, betapapun miskinnya, lebih baik daripada tidak ada kerangka kerja sama sekali.
Seperti yang di katakan Charles Darwin, Sekitar tiga puluh tahun yang lalu ada banyak pembicaraan bahwa ahli geologi seharusnya hanya mengamati dan tidak berteori; dan saya ingat dengan baik seseorang mengatakan bahwa pada tingkat ini seorang pria mungkin juga pergi ke lubang kerikil dan menghitung kerikil dan menggambarkan warnanya.
Betapa anehnya bahwa siapa pun tidak boleh melihat bahwa semua pengamatan harus mendukung atau menentang beberapa pandangan jika ingin bermanfaat! (Darwin & Seward, 1903, hal. 195)
Dalam mengusulkan kerangka TPCK, kami telah berusaha untuk memberikan satu pandangan seperti itu. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua peserta dalam kursus kami, fakultas dan mahasiswa, tanpa usaha yang tidak ada pekerjaan ini akan mungkin terjadi.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang berikut atas bantuan mereka selama bertahun-tahun (dalam urutan abjad): Carole Ames, Rick Banghart, Kathryn Dirkin, Irfan Muzaffar, Lisa Peruski, Aparna Ramchandran, Aman Yadav, Kurnia Yahya, dan Yong Zhao.
Tentang Penulis
Pengetahuan TPACK – PUNYA MISHRA adalah asisten profesor Pembelajaran, Teknologi dan Budaya di Michigan State University.
Dia memiliki gelar sarjana di bidang teknik listrik, gelar master dalam komunikasi visual dan massa, dan gelar Ph.D. dalam psikologi pendidikan.
Penelitiannya berfokus pada aspek teoretis, kognitif, dan sosial yang terkait dengan desain dan penggunaan lingkungan belajar berbasis komputer.
Dia telah bekerja secara ekstensif di bidang integrasi teknologi dalam pendidikan guru dan pengembangan profesional guru baik dalam pengaturan tatap muka dan online.
Dia telah bekerja dengan Dr. Matthew J. Koehler untuk mengembangkan kerangka kerja untuk memahami proses dan sifat pengetahuan guru yang berkembang melalui aktivitas berbasis desain.
Dia telah menerima lebih dari $4 juta dalam bentuk hibah dari lembaga nasional dan internasional.
Pada saat tulisan ini dipublikasikan, penulis juga menerbitkan tulisan pada Journal of Technology and Teacher Education, Contemporary Educational Psychology, Communications of the ACM, and the Journal of Interactive Learning Research.
MATTHEW J. KOEHLER adalah asisten profesor teknologi dan pendidikan di College of Education di Michigan State University.
Dia memiliki gelar sarjana dalam ilmu komputer dan matematika, gelar master dalam ilmu komputer, dan Ph.D. dalam psikologi pendidikan.
Minat penelitiannya mencakup studi tentang bagaimana teknologi terkini, seperti video digital dan hypermedia, dapat meningkatkan pendekatan berbasis kasus untuk mengembangkan pengetahuan dan keahlian guru dalam domain pengajaran yang kompleks dan tidak terstruktur.
Dia juga tertarik pada pendekatan pedagogis yang membantu pendidik mengembangkan pemahaman tentang keterjangkauan dan kendala teknologi yang dapat diterapkan dengan baik pada pengajaran mereka.
Hal ini telah menyebabkan, bekerja sama dengan Punya Mishra, untuk pengembangan lingkungan belajar yang inovatif dimana pendidik belajar tentang teknologi pendidikan dengan merancang teknologi pendidikan.
Dia telah menerima lebih dari $6 juta dalam bentuk hibah untuk penelitian dan pengembangannya. Dia baru-baru ini menerbitkan tulisannya pada Cognition and Instruction, Journal of Technology and Teacher Education, Journal of Computing in Teacher Education, and the Journal of Educational Computing Research.
Sumber Rujukan:
- PUNYA MISHRA & MATTHEW J. KOEHLER. 2008. Technological Pedagogical Content Knowledge: A Framework for Teacher Knowledge. Teachers College Record Volume 108, Number 6, June 2006, pp. 1017–1054 Copyright @ by Teachers College, Columbia University. 0161-4681.
Demikian uraian tentang Pengetahuan TPACK
semoga ada manfaat.
Obia cafe & Resto
Eksplorasi konten lain dari Herman Anis
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.