HermanAnis.com – Teman-teman semua, dalam kesempatan ini kita akan membahas topik tentang literasi, dimana kita akan membahas Literasi Dasar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Berdasarkan analisis data PISA 2018, terdapat tiga variabel penting yang berpengaruh terhadap kemampuan literasi dasar siswa, yaitu rasa senang membaca siswa, strategi metakognisi membaca, dan iklim kedisiplinan kelas.
Baca Juga: Contoh Literasi Numerasi Di sekolah
Ketiga variabel tersebut berkontribusi positif dan signifikan dalam pengembangan kemampuan literasi dasar siswa. Siswa yang senang membaca, memperoleh strategi metakognisi membaca dari guru dengan tepat, dan belajar dalam lingkungan kelas yang disiplin cenderung memiliki skor PISA lebih baik.
Praktik pengajaran guru juga di ketahui memengaruhi rasa senang membaca siswa. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa. Praktik pengajaran yang di maksud meliputi rasa senang ketika guru mengajar, stimulasi membaca, pemberian umpan balik efektif, dukungan guru, pembelajaran terarah, dan adaptasi dalam pembelajaran.
Baca juga: Penyebab Rendahnya Literasi di Indonesia
A. Literasi Dasar dalam PISA
Programme for International Students Assessment (PISA) adalah studi yang di selenggarakan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD). OECD melakukan survei internasional untuk mengukur tingkat literasi dasar siswa usia 15 tahun seperti membaca, matematika, dan sains.
Studi PISA tidak hanya melaporkan hasil capaian literasi setiap negara, namun juga menyajikan informasi mengenai aspek demografi, kebiasaan, persepsi, serta aspirasi yang di peroleh dari data angket sekolah dan siswa (OECD, 2019a).
PISA di laksanakan setiap tiga tahun sekali dan Indonesia telah mengikuti tujuh putaran PISA sejak tahun 2000. PISA 2018 di Indonesia di ikuti oleh 399 satuan pendidikan dengan 12.098 siswa. Responden PISA Indonesia tersebut mewakili 3,7 juta siswa kelas 7 – 12 yang berusia 15 tahun.
Capaian PISA 2018 menunjukkan, Indonesia menduduki posisi 10 terbawah dari 79 negara yang berpartisipasi. Kemampuan rata-rata membaca siswa Indonesia adalah 80 poin di bawah rata-rata OECD. Selain itu, kemampuan siswa Indonesia juga masih berada di bawah capaian siswa di negara-negara ASEAN. Kemampuan rata-rata membaca, matematika, dan sains siswa Indonesia secara berturut-turut adalah 42 poin, 52 poin, dan 37 poin di bawah rerata siswa ASEAN (Tabel 1).
Selanjutnya, bila di tinjau lebih lanjut terkait kemampuan siswa Indonesia pada PISA 2018, kemampuan siswa dapat di bedakan menjadi kompetensi tingkat minimum atau lebih dan di bawahnya. Selanjutnya, secara persentase, kurang lebih hanya 25% siswa Indonesia yang memiliki kompetensi membaca tingkat minimum atau lebih, hanya 24% yang memiliki kompetensi matematika tingkat minimum atau lebih, dan sekitar 34% siswa Indonesia yang memiliki kompetensi sains tingkat minimum atau lebih (OECD, 2019a).
B. Faktor yang mempengaruhi Kompetensi Peserta Didik
Banyak faktor yang memengaruhi kompetensi siswa tersebut, antara lain faktor internal siswa. Contonya seperti:
- motivasi diri untuk belajar,
- ketangguhan/resiliensi,
- sifat kompetitif,
- dan lain sebagainya)
dan faktor eksternal seperti,
- lingkungan belajar di sekolah dan di rumah,
- praktik pengajaran yang dilakukan guru,
- kelengkapan sarana pembelajaran,
- dan sebagainya.
Faktor-faktor tersebut dalam PISA 2018 juga di kaji melalui kuesioner siswa dan kuesioner sekolah dengan melihat jawaban kepala sekolah dan persepsi siswa terkait berbagai faktor tersebut (OECD, 2019b).
Berdasarkan data hasil PISA 2018 tersebut, tim peneliti Pusat Penelitian Kebijakan juga melakukan analisis terhadap faktor-faktor lain, baik internal maupun eksternal, yang mempengaruhi kemampuan literasi dasar siswa di Indonesia.
Dari hasil analisis tersebut, di rumuskan beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat di acu untuk meningkatkan kemampuan literasi dasar siswa Indonesia.
C. Kemampuan literasi dasar di pengaruhi oleh rasa senang membaca siswa
Dalam PISA 2018, siswa juga di tanyakan tentang kebiasaan membaca mereka yang kemudian menjadi indikator rasa senang membaca. Berdasarkan jawaban tersebut, di ketahui sebanyak 80% siswa Indonesia mengatakan “membaca adalah hobi atau kesenangan mereka”.
Terlihat pula bahwa setidaknya terdapat 40% siswa Indonesia yang setuju atau sangat setuju bahwa mereka membaca hanya jika diharuskan oleh guru mereka. Hal ini menunjukkan bahwa guru masih perlu untuk terus menumbuhkan minat membaca siswa sehingga mereka akan membaca dengan penuh kesenangan dan tidak lagi merasa terpaksa.
Siswa Indonesia yang setuju atau sangat setuju bahwa mereka membaca hanya karena di tugaskan guru atau untuk mencari informasi yang di perlukan di ketahui memiliki skor membaca pada PISA 2018 jauh lebih rendah (antara 30-65 poin lebih rendah) di banding mereka yang tidak setuju atau sangat tidak setuju.
Bagi siswa yang menyatakan sangat setuju bahwa membaca adalah hobi favorit mereka memiliki skor membaca pada PISA lebih tinggi 25 poin dibanding yang menjawab sangat tidak setuju (Gambar 2).
Indeks Rasa Senang Membaca Siswa di bentuk dari hasil respons siswa terhadap lima pertanyaan. Nilai rerata adalah 0,499 dengan nilai minimum -2,71 dan nilai maksimum 2,61.
Hasil regresi linear menunjukkan bahwa indeks rasa senang membaca berpengaruh positif dan signifikan terhadap capaian PISA 2018 siswa Indonesia. Siswa yang senang membaca memiliki skor membaca 17,3 poin lebih baik di bandingkan dengan siswa yang kurang senang membaca.
Kesenangan membaca berhubungan dengan capaian matematika. Untuk capaian kompetensi matematika, di peroleh bahwa yang senang membaca memiliki skor matematika 6,53 poin lebih baik di bandingkan dengan siswa yang kurang senang membaca.
Sementara untuk capaian kompetensi sains, di peroleh hasil bahwa siswa yang senang membaca memiliki skor sains 11,3 poin lebih baik di bandingkan dengan siswa yang kurang senang membaca.
D. Kemampuan literasi dasar siswa di pengaruhi oleh strategi metakognisi membaca
Siswa juga di tanyakan perihal strategi yang paling sering di gunakan guru saat pelajaran bahasa. Di ketahui bahwa strategi yang paling sering di gunakan guru adalah merangkum bab dalam buku (90,8%) yang diikuti dengan menjawab pertanyaan terkait bab buku (90,4%) dan mendiskusikannya dengan teman (87,6%).
Strategi yang menurut siswa paling jarang di gunakan guru adalah membandingkan isi buku yang di baca (60%). Hal ini menunjukkan bahwa guru masih belum membiasakan siswa untuk menggunakan bermacam-macam strategi metakognisi.
Indeks Strategi Metakognisi Membaca di bentuk dari sembilan indikator. Hasil regresi linear menunjukkan bahwa Indeks Strategi Metakognisi Membaca berpengaruh positif dan signifikan terhadap capaian PISA 2018 siswa Indonesia dengan skor membaca 13,40 poin lebih baik di bandingkan dengan mereka yang tidak.
Siswa yang memperoleh beragam strategi metakognisi membaca memiliki skor matematika 13,22 poin lebih baik di bandingkan dengan mereka yang tidak. Untuk capaian literasi sains, di ketahui bahwa siswa yang memperoleh beragam strategi metakognisi membaca memiliki skor sains 11,90 poin lebih baik di bandingkan dengan mereka yang tidak (Gambar 3).
E. Kemampuan literasi dasar siswa di pengaruhi oleh iklim kedisiplinan kelas
Siswa juga di tanyakan tentang kondisi iklim kedisiplinan dalam kelas. Berdasarkan hasil analisis, di ketahui bahwa kondisi di kelas secara umum cukup disiplin. Hal ini terlihat dari persentase siswa yang menjawab (sekitar 70%) bahwa mereka tidak pernah atau hanya di beberapa pembelajaran saja merasakan suasana kelas yang tidak disiplin.
Walaupun demikian, tetap perlu di perhatikan karena setidaknya ada sekitar 30 %siswa yang menyatakan bahwa kelas mereka sering atau hampir selalu dalam suasana yang tidak disiplin (Gambar 4).
Perbedaan skor membaca antara siswa yang jarang atau tidak pernah mengalami gangguan dalam belajar di kelas dengan mereka yang sering atau selalu belajar dalam kondisi banyak gangguan tersebut berkisar antara 14—70 poin (tergantung indikator kedisiplinan kelas) (Gambar 5).
Indeks Iklim Kedisiplinan Kelas di bentuk dari lima indikator. Nilai rerata Indeks Kedisiplinan Kelas untuk Indonesia adalah 0,2096 (rerata negara OECD=0), dengan nilai minimum -2,71 dan maksimum 2,03. Hasil regresi linear menunjukkan bahwa Indeks Kedisiplinan Kelas berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.
Siswa yang belajar dalam lingkungan kelas yang disiplin memiliki skor membaca 6,43 poin lebih baik di bandingkan dengan siswa yang belajar dalam lingkungan kelas yang tidak disiplin.
Demikian pula untuk skor matematika, siswa yang belajar dalam lingkungan kelas yang disiplin memiliki skor matematika 6,89 poin lebih baik di bandingkan dengan siswa yang belajar dalam lingkungan kelas yang tidak disiplin.
Untuk capaian kompetensi sains, siswa yang belajar dalam kondisi kelas yang terjaga iklim disiplinnya memiliki skor sains 3,76 poin lebih baik di bandingkan dengan yang tidak.
F. Praktik pengajaran guru mempengaruhi rasa senang membaca siswa
Kegiatan mengajar guru juga memengaruhi kompetensi literasi siswa. Praktik pengajaran guru seperti dukungan yang di berikan oleh guru, umpan balik yang positif, di ketahui berpengaruh pada motivasi siswa untuk membaca (Narciss & Hutt, 2004; Hattie, 2007; Guthrie, 2013). Enam praktik pengajaran guru di ketahui memengaruhi nilai Indeks Rasa Senang Membaca Siswa, baik secara mandiri maupun bersama-sama. Seluruh variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Variabel rasa senang guru mengajar memiliki pengaruh yang paling besar di banding praktik pengajaran lainnya, dengan penambahan Indeks Rasa Senang Membaca sebesar 0,19 (jika sendiri) dan 0,16 jika bersama-sama variabel lainnya (lihat Gambar 6).
Berdasarkan hasil diskusi kelompok terpumpun (DKT) dengan kelompok guru SMP dan SMA di DKI Jakarta, guru setuju bahwa rasa senang dalam mengajar adalah komponen yang penting. Guru berpendapat bahwa untuk dapat meningkatkan rasa senang mengajar, maka guru harus meningkatkan kompetensinya.
Menurut guru, dengan memiliki kompetensi yang memadai dan memiliki persiapan mengajar, maka guru akan siap mengajar sehingga tumbuh gairah untuk mengajar. Kedua kelompok guru menyatakan bahwa peran kepala sekolah penting dalam hal memotivasi guru sehingga guru berkinerja baik.
Beberapa upaya yang dapat di lakukan kepala sekolah (menurut guru, sesuai hasil DKT) adalah mendukung guru dengan menyediakan beragam bahan bacaan di perpustakaan sekolah sehingga memudahkan guru memberi tugas bacaan, memberikan bimbingan kepada guru terkait umpan balik positif, serta rutin berdiskusi dengan rekan guru.
G. Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan dari kajian ini, maka terdapat beberapa kebijakan yang dapat di lakukan:
1. Menggalakkan aktivitas literasi siswa
Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) terbukti dapat meningkatkan aktivitas literasi dan menumbuhkan kegemaran membaca siswa. Program ini perlu dukungan berbagai pihak, seperti guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat.
Guru perlu mendorong aktivitas literasi siswa, misalnya dengan menggunakan metode belajar berbasis inkuiri dan penggunaan soal uraian akan merangsang siswa untuk terbiasa membaca. Kepala sekolah berperan menyediakan akses, infrastruktur, serta kebijakan yang mendukung GLS, seperti kegiatan 15 menit membaca, kecukupan buku bacaan di perpustakaan, serta penyediaan pojok baca di dalam kelas.
Upaya ini dapat didukung oleh pengawas sekolah dan juga dinas yang dapat lebih berfokus pada peningkatan kompetensi siswa dalam berliterasi (pelatihan, perlombaan, dan bantuan sarana membaca). Upaya ini secara formal perlu didukung oleh kebijakan pemerintah pusat.
Dana BOS untuk pengembangan perpustakaan sebetulnya telah di perluas, tetapi praktiknya untuk memperkaya koleksi buku bacaan di sekolah perlu di galakkan.
2. Meningkatkan kegemaran membaca siswa dengan meningkatkan kapasitas guru
Kegemaran membaca siswa di pengaruhi oleh praktik pengajaran guru di kelas. Untuk itu, beberapa hal dapat di lakukan oleh setiap pemangku kepentingan untuk meningkatkan kapasitas guru dalam mengajar. Guru dapat meningkatkan kapasitas dirinya dengan mencari berbagai sumber informasi terkait strategi pembelajaran, umpan balik positif, dan metakognisi membaca.
Kepala sekolah dan pengawass sekolah perlu mendukung upaya peningkatan kompetensi tersebut dengan mendorong aktivitas diskusi guru dengan sejawatnya melalui KKG/MGMP. Melaksanakan pelatihan dan umpan balik yang positif bagi guru.
Pemerintah pusat dan daerah juga perlu mendorong sistem penilaian kinerja guru yang berbasis kompetensi guru. Salah satunya dalam upaya penumbuhan minat membaca siswa melalui aktivitas pembelajaran yang di lakukan guru.
Daftar Pustaka
- Guthrie, J.T. (2013). Best Practices for Motivating Students to Read. In Morrow, L. & Gambrell, L., Best Practices in Literacy Instruction, Fifth Edition. New York: Guilford Press.
- Hattie, J. & Timperley, H. (2007). The Power of Feedback. Review of Educational Research. Vol.77(1): 81-112.
- Narciss, S., & Huth, K.. (2004). How to Design Informative Tutoring Feedback for Multimedia Learning. In Niegemann, H., Brunken, R., & Leutner, D. (Eds), Instructional Design for Multimedia Learning (pp. 181-196). Munster: Waxman.
- OECD. (2019a). Programme for International Students Assessment (PISA)- Results from PISA 2018, Country Note: Indonesia. https://www.oecd.org/pisa/publications/PISA2018_CN_IDN.pdf diunduh pada Desember 2019.
- OECD. (2019b). PISA 2018 Assessment and Analytical Framework, PISA, OECD Publishing, Paris, https://doi.org/10.1787/b25efab8-en.
- Pusat Penilaian Pendidikan. (2019). Pendidikan di Indonesia Belajar dari Hasil PISA 2018. Balitbang, Kemendikbud.
Tulisan ini disadur langsung dari: Risalah Kebijakan, Nomor 3, April 2021. Meningkatkan Kemampuan Literasi Dasar Siswa Indonesia Berdasarkan Analisis Data PISA 2018. Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Eksplorasi konten lain dari Herman Anis
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.