Teori Belajar Piaget

Teori Belajar Piaget

HermanAnis.com – Teman-teman semua, pada kesempatan ini kita akan membahas salah satu teori belajar yang perlu dikuasai oleh semua pendidik, yaitu Teori Belajar Piaget, atau biasa juga disebut sebagai teori perkembangan kognitif.

Tulisan ini akan fokus membahas Teori Belajar Jean Piaget? apa saja yang melandasi teori perkembangannya? apa saja tahap perkembangan kognitif Piaget? dan seperti apa ciri-ciri setiap tahapan dalam perkembangan kognitif anak?

A. Siapa itu Jean Piaget?

Piaget lahir di Swiss pada tahun 1896. Ayahnya seorang Profesor sejarah. Ketika kecil Piaget sangat suka dengan Biologi. Bidang biologi inilah yang memberi pengaruh luar biasa, pengaruh besar dalam dia memahami perkembangan mental atau kognitif anak.

Pada mulanya, Piaget memiliki ketertarikan pada struktur tubuh hewan atau zoologi. Dia kemudian menyelidiki burung pipit Albino, dia mempertanyakan, mengapa burung tersebut berbeda dengan yang lain?

Dari hasil penyelidikannya kemudian, tepatnya pada usia 10 tahun, Piaget sudah berhasil menerbitkan artikel ilmiah tentang burung pipit Albino di majalah ilmu pengetahuan alam.

Selanjutnya pada usia 15 tahun, dia kemudian menulis tentang Molusca. Piaget memperoleh gelar sarjana dalam bidang Biologi. Gelar magister dia peroleh melalui penelitian pada Molusca, dan gelar doktornya dia dapat dalam bidang filsafat.

B. Teori Belajar Piaget

Dalam cara berpikir, pemikiran Piaget banyak terpengaruh oleh filsafat Cornut (epistimologi). Selain itu, Piaget juga di kenal sebagai psikolog anak. Dia banyak melakukan penelitian tentang intelegensi anak. Dalam karirnya, Piaget terbilang sangat produktif, dia telah menulis sekitar 60 judul buku dan ratusan artikel ilmiah.

Kemudian, dari proses meneliti itu, ketertarikan Piaget bergeser kepada struktur mental. Kenapa bayi, pada saat mendapatkan situasi yang tidak biasa, mereka memberikan tanggapan atau respon yang berbeda-beda.

Dari situ, Piaget berpendapat bahwa sejak lahir itu, bayi secara terus-menerus mencari dan memberi tanggapan terhadap rangsangan di sebut sebagai adaptasi. Jadi Paiget mengamati bahwa bayi itu beradaptasi.

Baca Juga; Teori Belajar Sibernetik

1. Proses Asimilasi dan Akomodasi

Menurut Piaget adaptasi dapat terjadi apabila melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Olehnya itu, maka Menurut Teori belajar Piaget atau Teori Perkembangan Kognitif, setiap anak berkembang mentalnya melalui proses adaptasi yakni asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi merupakan tanggapan yang di buat berdasarkan hal-hal yang sudah di peroleh. Misalnya bayi atau anak-anak yang memegang benda panas, maka otomatis dia akan mengangkat tangannya.

Contoh lain, anak kecil yang bermain dengan dispenser, pada saat dia memencet tombol air panas dan dia terkena air panas itu, dia akan menangis dan dia menarik tangannya. Itu adalah tanggapan yang di buat atau asimilasi.

Sementara akomodasi adalah penyesuaian dari suatu tanggapan. Contohnya, seorang anak yang pernah memegang benda panas, maka pada akhirnya dia nggak akan mau pegang lagi benda panas itu.

Contoh lain misalnya, seorang anak pernah kena air panas dari dispenser, maka besok-besok dia nggak akan mau lagi bermain dengan dispenser itu. Ini merupakan penyesuaian atau akomodasi.

Kemudian dari proses asimilasi dan akomodasi ini akan menyebabkan perubahan pada sistem mental anak yang disebut perkembangan mental atau perkembangan kognitif anak. Disinilah mulai teori belajar Piaget ini dapat diterapkan dalam pembelajaran.

C. Istilah-istilah Kunci dalam Teori Belajar Piaget

Kata kunci atau istilah-istilah dalam memahami Teori Belajar Piaget atau teori perkembangan kogniti. Kata-kata kunci dalam teori

  1. Skema. Skema adalah struktur kognitif yang di gunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual.
  2. Asimilasi. Asimilasi ini mengintegrasikan informasi baru ke dalam skema-skema yang sudah ada. Tanggapan yang di buat berdasarkan hal-hal yang sudah di peroleh.
  3. Akomodasi. Akomodasi ini merupakan penyesuaian skema-skema yang sudah ada agar cocok untuk mengolah informasi dan pengalaman-pengalaman baru (terbentuk skema baru atau skema lama terganti)
  4. Organisasi. Organisasi ini merupakan bentuk pengelompokan perilaku dan pemikiran yang terpisah satu sama lain kedalam suatu sistem tingkatan yang lebih tinggi.
  5. Equilibrasi. Ekuilibrasi merupakan keseimbangan antara skema dengan lingkungan.

D. Empat Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap perkembangan kognitif dalam teori belajar Piaget di bagi menjadi 4 tahapan. Pembagian tahap perkembangan koginitif di dasarkan berdasarkan usia anak. 4 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget yakni:

  1. Tahap Sensori-Motorik (0 -1,5 tahun)
  2. Tahep Pra Operasional (1,5 – 6 tahun)
  3. Tahap Operasional Konkrit ( 6 – 11 tahun)
  4. Tahep Operasional Formal (11 tahun ke atas)

Waktu atau umur setiap anak tentu bisa berbeda-beda dalam perkembangan kognitifnya. Namun, menurut Piaget, setiap akan melewati 4 tahap perkembangan kognitif ini.

4 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

1. Tahap sensori-Motorik (0 – 2 tahun)

Ciri khususnya adalah kecerdasan motorik gerak benda yang ada, adalah apa yang tampak, tidak ada bahasa pada tahap awal ini.

Maksudnya anak usia 0-2 tahun itu, cirinya apa yang dia lihat, yah itulah apa yang menurut dia benda. Artinya, pada saat dia lapar, dan dia melihat benda di depannya, langsung dia makan.

Pada saat dia haus, dia ingin minum, dia lalu nangis. Belum ada bahasa, belum ada istilah minta. Tolong ambilin dan seterusnya.
Secara umum ciri-ciri anak pada tahap sensori-motorik:

  • Kognitif belum berkembang secara matang.
  • Mendapatkan pengetahuan melalui panca indra dan gerak motorik. Mulai mengenali suara orang-orang sekitarnya, suara ibu. Terbangun skema baru di dalam dirinya, misalkan mendengar suara ibu, dan mengenalinya. Memegang sesuatu, dan memasukkannya dalam mulut, dia mulai mengenali rasa. Membentuk skema baru pada setiap pengalaman sensorik-motorik.
  • Refleks. Bentuk refleks misalnya, anak akan menangis jika ingin makan, buang air dan seterusnya. Atau mulai merespon ketika namanya di panggil.

2. Tahap Pra operasional (2 – 7 tahun)

Tahap yang kedua secara berurutan adalah pra-operational. Ciri khususnya adalah, anak mulai berpikir secara egosentris, lebih banyak intuisi daripada pemikiran logis, belum cepat melawan konservasi.

Egosentris itu maksudnya begini, pada saat anak itu ingin menyebrang, yah nyebrang aja. Dia ngak berpikir, apakah nanti ada kendaraan, ada motor, ada mobil dan seterusnya.

Kemudian lebih banyak intuisi daripada pemikiran logis, jadi lebih banyak ngikutin apa kata dia aja, jadi menurut dia begitu yah begitu. Kemudian belum cepat melakukan konservasi, artinya anak itu masih belum bisa membedakan. Misalnya kapas satu kilo dengan besi satu kilo, mereka pahami berbeda padahal sama saja.

Pada tahap ini perkembangan kognitif ini, kognitif anak masih sepenuhnya berkembang seperti orang dewasa. Ciri-ciri pada tahap pra operasional yakni:

a. Centration (pemusatan perhatian)

Centration itu pemusatan perhatian pada satu dimensi dan mengabaikan dimensi yang lainnnya. Misalnya, disediakan sejumlah bentuk bangun ruang, dan anak-anak diminta untuk mengelompokkkan, biasanya dia akan mengelompokkan berdasarkan satu dimensi saja.

teori belajar piaget

Ada yang mungkin mengelompokkan berdasarkan warna kesukaannya, berdasarkan bentuk bangunnya dan lainnya. Semua yang dilakukan di dasarkan atas skema yang sudah terbentuk dalam diri yang di padukan dengan skema yang baru di peroleh.

b. Conservation

Pada bagian ini anak belum mampu memahami konsep konservasi, misalnya disiapkan ada gelas berisi air dan sebuah teko. Ketika mereka diminta untuk memindahkan atau masukkan air dalam gelas ke teko dan di tanya bagaimana air dalam teko bertambah atau berkurang ?

Mereka cendrung menjawab bahwa airnya dalam teko akan bertambah. Kenapa bisa? dia berpikir seperti itu karena ukuran teko lebih besar dari gelas.

c. Irreverversibility

Ketidakmampuan membalikkan urutan kejadian secara mental.

Contohnya, seperti kasuk air dalam gelas dan teko tadi. Jika dibalik, kira-kira kalo air dalam teko dikembalikkan ke dalam gelas, apa berkurang atau sama? Mereka akan jawab berkurang.

d. Egosentrism

Ketidakmampuan untuk membedakan perspektif diri dengan perspektif orang lain sehingga yang ada menurutnya perspektif dirinya sendiri.

Contohnya, semua barang yang ada menjadi miliknya. “Ini ibuku, ayahku, mainanku, mobilku”. Ada dominasi “keakuan”.

e. Artificialism

Artificialism ini adalah perilaku lingkungan digerakkan oleh suatu kekuatan (manusia).

teori belajar piaget

Contohnya, anak-anak menganggap pelangi itu ada orang yang melukisnya.

7. Animisme

Benda mati di yakini mampu bertindak seperti mahluk hidup. Contohnya, biasanya anak kecil mengobrol dengan bonekanya. Bicara dengan bongkar pasangnya. Dia menganggap mainan itu bisa ngomong.

8. Transductive Reasoning

Dua hal yang terjadi bersamaan disimpulkan memiliki hubungan.

Contohnya, dia sedang main balon, dan bersamaan itu ada pesawat lewat. Pas pesawat lewat tiba-tiba balonnya meletus, dia akan menyimpulkan balonnnya meletus karena ada pesawat.

3. Tahap Operasional Konkrit ( 7 – 11 atau 12 tahun)

Pada tahapan ini, biasanya tahapannya anak usia SD. Merka sudah dapat melawan konservasi logika tentang kelas hubungan pengetahuan tentang angka, berpikir terkait dengan yang nyata.

Artinya mereka sudah dapat memahami, ini lebih berat dibanding yang ini, ini lebih banyak dibanding yang ini, ini lebih tinggi dibanding yang ini.

Ciri khusus pada tahap ini adalah

  • ciri anismisme dan artificialism anak sudah berkurang. Selain itu, egosentris juga sudah mulai berkurang.
  • Penggunaan logika dan kesimpulan sudah lebih matang seperti seorang dewasa, terutama ketika sudah mendekatai remaja. Namun, belum bisa sepenuhnya berpikir abstrak. Contoh, dalam pelajaran menjumlahkan. Mereka akan lebih mudah memahami 1 + 1 = 2 jika di konkretkan, seperti 1 ayam di tambah satu ayam sama dengan dua ayam.
  • Anak juga mulai belajar tentang logika induktif, membuat kesimpulan umum dari pengalaman-pengalaman. Ketika mendekati remaja, pemikiran abstrak sudah mulai berkembang, deduktif-hipotetik untuk memecahkan masalah.

4. Tahap Operasional Formal (7 – 11, 12, atau 14, 15 tahun)

Tahapan keempat ini kira-kira usia anak SD sampai SMP. Ciri khususnya adalah, pemikirannya sudah lengkap, pemikiran yang sudah proporsional, kemampuan untuk mengatasi hipotesis, perkembangan idealisme yang kuat.

Artinya anak dalam tahapan ini, sudah berpikir secara proporsional, pemikiran sudah lengkap. Dia sudah bisa membedakan mana yang baik, mana yang buruk, mana yang boleh, mana yang nggak.

Anak pada tahapan ini juga sudah bisa menganalisis. Jika dia lompat, maka dia akan jatuh. Ketika menyeberang jalan tanpa melihat kanan-kiri, maka dia kemungkinan akan tertabrak.

Kemudian dia sudah punya idealisme yang kuat. Di sini biasanya anak melakukan pencarian jati diri. Misalnya, “gaya atau stylish saya rocker”. Jika dia cocok dengan itu dan dia punya idealisme yang kuat di situ, maka apapun kata orang lain, dia tidak akan perduli.

Pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu berpikir abstrak. Penalaran hipotetik dan deduktif (menjabarkan konsep-konsep abstrak menjadi lebih rinci). Selain itu dia juga sudah mampu melakukan pemecahan masalah secara logis dan metodologis.

E. Bagaimana menerapkan Teori Belajar Piaget dalam pembelajaran?

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan guru terkait perkembangan mental anak jika ingin merancang pembelajaran, yakni:

  1. seluruh anak itu melewati tahapan yang sama secara berurutan. Artinya Anda harus berpikir bahwa mereka itu melewati tahapan yang sama, dari 0-2 tahun, 2-7 tahun dan seterusnya
  2. anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian. Anda tidak boleh menyamaratakan respon anak terhadap suatu benda atau kejadian. Olehnya itu, maka pada saat anak itu mempunyai pendapat yang berbeda, maka anda harus dapat menerima itu semua. Anda tidak boleh memaksakan pendapat anda. Tidak boleh memaksakan bahwa, ini semua harus sama pendapatnya, tidak boleh.
  3. Apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, maka itu akan tidak cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak. Artinya tidak boleh dalam rancangan pelajaran, hanya kegiatan fisik saja. Olehnya itu, maka anda bisa membuat pembelajaran secara diskusi, melalui pengamatan, mengemukakan pendapat, presentasi dan seterusnya. Sehingga di situ intelektual anak dapat berkembang secara maksimal.

Terima kasih telah membaca artikel ini,
semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

close
Index