Teori Belajar Behavioristik Menurut Ahli

Teori Belajar Behavioristik Menurut Ahli

HermanAnis.com – Berbeda dengan teori belajar kognitif, konstruktivistik, dan humanistik, teori belajar behavioristik menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang di anggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.

Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon.

A. Pengertian Belajar dalam Teori Belajar Behavioristik

Menurut Teori Belajar Behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang di alami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

Seseorang di anggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, siswa belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat dan gurunya sudah mengajarkan dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum di anggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.

Menurut teori belajar ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.

1. Apakah yang dimaksud teori belajar behavioristik?

Teori Belajar Behavioristik adalah teori psikologi yang menekankan pada peran lingkungan dalam membentuk perilaku manusia. Nah, teori ini berpendapat bahwa perilaku manusia d ipengaruhi oleh rangsangan atau stimulus dari lingkungan, dan perilaku tersebut bisa di ubah atau di tingkatkan melalui pengaruh lingkungan dan pengalaman.

Teori ini menekankan pada pengamatan dan pengukuran perilaku, serta menggunakan penguatan atau hukuman sebagai alat untuk membentuk atau memperkuat perilaku. Teori Belajar Behavioristik banyak di pelajari dan di kembangkan oleh beberapa ahli, seperti Ivan Pavlov, B.F. Skinner, dan Albert Bandura. Teori ini juga di terapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, psikoterapi, dan manajemen organisasi.

2. Teori behavioristik apa saja?

Berikut adalah beberapa teori behavioristik yang terkenal:

  1. Kondisioning Klasik (Classical Conditioning)
    Teori ini di kembangkan oleh Ivan Pavlov. Kondisioning klasik adalah proses pembelajaran di mana sebuah rangsangan yang semula netral (tidak menimbulkan respons) di kaitkan dengan rangsangan lain yang secara alami menimbulkan respons tertentu. Contohnya, ketika suara bel (rangsangan netral) di kaitkan dengan pemberian makanan (rangsangan yang menimbulkan respons lapar), maka suara bel akan menimbulkan respons lapar pada hewan yang mengalami kondisioning.
  2. Kondisioning Operant (Operant Conditioning)
    Teori ini di kembangkan oleh B.F. Skinner. Kondisioning operant adalah proses pembelajaran di mana perilaku yang di ikuti oleh penguatan (reward) cenderung terulang, sedangkan perilaku yang di ikuti oleh hukuman (punishment) cenderung di hindari. Contohnya, ketika anak memperoleh hadiah (penguatan) setelah menyelesaikan tugas rumahnya, maka anak tersebut akan cenderung menyelesaikan tugas rumahnya dengan lebih baik lagi di masa yang akan datang.
  3. Observational Learning (Pembelajaran Pemantauan)
    Teori ini di kembangkan oleh Albert Bandura. Observational learning adalah proses pembelajaran di mana individu belajar melalui pengamatan perilaku orang lain dan akibat dari perilaku tersebut. Contohnya, ketika seorang anak melihat orang dewasa memperoleh hadiah setelah menyelesaikan tugas rumahnya, maka anak tersebut akan cenderung meniru perilaku tersebut dan menyelesaikan tugas rumahnya dengan lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Teori Behavioristik memiliki fokus yang sama pada perilaku dan pengukuran, dan dapat di terapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen organisasi, dan psikoterapi.

Meskipun teori behavioristik memberikan kontribusi yang signifikan pada bidang psikologi dan pembelajaran, namun teori ini juga memiliki kritik dari para ahli yang mempertanyakan pendekatan teori behavioristik yang terlalu sempit dan hanya memperhatikan aspek-aspek eksternal dalam pembelajaran.

3. Apa contoh teori belajar behavioristik?

Teori Belajar Behavioristik adalah teori yang menekankan pentingnya lingkungan dan stimulus dalam membentuk perilaku seseorang. Teori ini berfokus pada perilaku yang teramati dan diukur secara kuantitatif, serta menekankan pada peran penguatan dan hukuman untuk membentuk perilaku yang diinginkan.

Contoh teori belajar behavioristik termasuk teori klasik dan teori operant:

  1. Teori Klasik: Teori klasik dikembangkan oleh Ivan Pavlov yang menunjukkan bahwa perilaku dapat dipelajari melalui asosiasi antara stimulus netral dengan stimulus yang sudah ada. Contohnya, Pavlov menunjukkan bahwa anjing dapat belajar untuk mengeluarkan air liur ketika diberi makanan setelah terdengar lonceng. Pada akhirnya, anjing akan mengeluarkan air liur hanya dengan terdengar lonceng tanpa adanya makanan.
  2. Teori Operant: Teori operant dikembangkan oleh B.F. Skinner yang menekankan pada peran penguatan dan hukuman dalam membentuk perilaku. Contohnya, jika seorang anak mendapatkan pujian (penguatan positif) setelah menyelesaikan tugas, kemungkinan besar anak tersebut akan terus melakukan tugas tersebut di masa depan. Di sisi lain, jika anak tersebut mendapatkan hukuman (hukuman negatif) setelah bermain di luar waktu yang ditentukan, anak tersebut kemungkinan besar akan menghindari bermain di luar waktu yang ditentukan di masa depan.

Kedua teori ini menunjukkan bagaimana stimulus dan respon dapat membentuk perilaku seseorang melalui teknik kondisioning yang tepat. Namun, keduanya juga memiliki keterbatasan dalam menjelaskan bagaimana individu memproses informasi dan memahami dunia di sekitarnya.

B. Apa ciri-ciri teori belajar behavioristik?

Beberapa ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik adalah:

  1. Fokus pada Perilaku Teramati:
    Teori Behavioristik berfokus pada perilaku yang teramati, seperti respon fisik dan verbal yang dapat di amati secara langsung.
  2. Memprioritaskan Pembentukan Perilaku:
    Teori Behavioristik memprioritaskan pembentukan perilaku yang di inginkan dan mengurangi perilaku yang tidak di inginkan melalui penggunaan penguatan positif dan hukuman negatif.
  3. Menekankan Pengaruh Lingkungan:
    Teori Behavioristik menekankan pengaruh lingkungan dalam membentuk perilaku, sehingga untuk mengubah perilaku yang tidak di inginkan, lingkungan yang sesuai harus di ciptakan.
  4. Menerapkan Teknik Kondisioning:
    Teori Behavioristik menerapkan teknik kondisioning, baik klasik maupun operant, dalam membentuk perilaku.
  5. Memandang Individu sebagai Tabula Rasa:
    Teori Behavioristik memandang individu sebagai tabula rasa atau lembaran kosong yang dapat di isi dengan perilaku yang di inginkan melalui pembentukan yang tepat.
  6. Menekankan Peran Stimulus dan Respon:
    Teori Behavioristik menekankan peran stimulus dan respon dalam membentuk perilaku, sehingga penggunaan stimulus yang tepat dapat membantu meningkatkan respons yang di inginkan.
  7. Bersifat Empiris:
    Teori Behavioristik bersifat empiris karena berfokus pada perilaku yang teramati dan dapat di amati, sehingga dapat di uji dan di verifikasi melalui pengamatan langsung.
  8. Bersifat Deterministik:
    Teori Behavioristik bersifat deterministik karena menganggap bahwa perilaku manusia di kendalikan oleh faktor lingkungan dan bukan oleh kehendak atau kebebasan individu.

Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa Teori Belajar Behavioristik merupakan teori yang fokus pada pembentukan perilaku melalui pengaruh lingkungan dan teknik kondisioning yang tepat. Namun, Teori Behavioristik juga memiliki keterbatasan dalam menjelaskan bagaimana individu memproses informasi dan memahami dunia di sekitarnya.

C. Teori Belajar Behavioristik menurut para Ahli

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, Skinner, dan lainnya.

Teori Belajar Behavioristik adalah teori yang menekankan pada pengaruh lingkungan dan pengalaman dalam membentuk perilaku individu. Berikut ini adalah beberapa ahli yang terkenal dalam pengembangan teori belajar behavioristik:

1. Ivan Pavlov

Pavlov mengembangkan teori kondisioning klasik, yang menyatakan bahwa perilaku manusia dapat di kondisikan oleh rangsangan tertentu. Pavlov menunjukkan bahwa anjing dapat di latih untuk merespons bunyi lonceng sebagai tanda untuk makanan, yang menunjukkan bahwa perilaku dapat di kondisikan.

2. John B. Watson

Watson mengembangkan teori stimulus-respon, yang menyatakan bahwa perilaku manusia adalah hasil dari stimulus lingkungan tertentu. Dia menekankan pentingnya lingkungan dalam membentuk perilaku manusia dan menganggap bahwa perilaku dapat di kondisikan melalui penguatan positif atau negatif.

3. B.F. Skinner

Skinner mengembangkan teori operant conditioning, yang menekankan pada penguatan dan hukuman sebagai cara untuk membentuk perilaku manusia. Dia menganggap bahwa perilaku yang di hukum akan berkurang dan perilaku yang di perkuat akan meningkat.

4. Clark Hull

Hull mengembangkan teori drive reduction, yang menekankan pada kebutuhan biologis manusia dan bagaimana kebutuhan ini memotivasi perilaku manusia. Hull juga menunjukkan bahwa penguatan dapat memperkuat perilaku manusia dan membentuk kebiasaan.

5. Edward Thorndike

Thorndike mengembangkan teori belajar instrumental, yang menekankan pada pengaruh konsekuensi dari perilaku dalam membentuk kebiasaan dan belajar. Thorndike juga menunjukkan bahwa keterampilan dan kebiasaan dapat di pelajari dan di tingkatkan melalui praktek dan pengulangan.

6. Edwin Ray Guthrie

Guthrie mengembangkan teori belajar penghubungan, yang menyatakan bahwa perilaku terbentuk melalui asosiasi antara stimulus dan respons. Menurut Guthrie, asosiasi ini terbentuk melalui pengulangan dan pengalaman yang terus-menerus.

Itulah beberapa ahli yang terkenal dalam pengembangan teori belajar behavioristik. Teori-teori mereka memberikan kontribusi penting dalam memahami bagaimana lingkungan dan pengalaman dapat membentuk perilaku dan membentuk kebiasaan pada manusia.

Penjelasan lebih lanjut tentang Teori Belajar Behavioristik

Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar di atas, namun ada beberapa perbedaan pendapat di antara mereka. Bagaimana pendapat mereka, berikut penjelasannya.

1. Teori Belajar Behavioristik menurut Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Teori Belajar Behavioristik Menurut Ahli

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat di tangkap melalui alat indera.

Sedangkan respon yaitu reaksi yang di munculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat di amati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat di amati.

Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku-tingkah laku yang tidak dapat di amati. Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran dan inspirasi kepada tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini di sebut juga sebagai aliran Koneksionisme (Connectionism).

Baca Juga: Teori Belajar Thorndike

2. Teori Belajar Behavioristik menurut Watson (1878-1958)

Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang di maksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat di amati (observabel) dan dapat di ukur.

Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu di perhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat di amati.

Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar di sejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat di amati dan dapat di ukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat di ramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar.

Pemikiran Watson (Collin, dkk: 2012) dapat di gambarkan sebagai berikut:

Teori Belajar Behavioristik Menurut Ahli

Para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat di ukur dan tidak dapat di amati, seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.

Baca Juga: Teori Belajar Hull

3. Teori Belajar Behavioristik menurut Clark Leaonard Hull (1884-1952)

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengrtian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang di kembangkan oleh Charles Darwin.

Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia.

Sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu di kaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak di gunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering di pergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.

Baca Juga: Teori Belajar B. F. Skinner

4. Teori Belajar Behavioristik menurut Edwin Ray Guthrie (1886-1959)

Demikian juga dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang di jelaskan oleh Clark dan Hull.

Di jelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering mungkin di berikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap.

Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka di perlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.

Hukuman yang di berikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcemant) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi di pentingkan dalam belajar.

5. Teori Belajar Behavioristik menurut Burrhusm Frederic Skinner (1904-1990)

Skinner merupakan tokoh behavioristik yang paling banyak di perbincangkan, konsep-konsep yang di kemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang di kemukakan oleh para tokoh sebelumnya.

Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya akan menimbulkan perubahan tingkah laku.

Pada dasarnya stimulus-stimulus yang di berikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan di berikan. Demikian juga dengan respon yang di munculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi.

Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya.

Baca Juga: Teori Belajar B. F. Skinner

Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu;
  1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
  2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
  3. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan yang di perbuatnya.

Skinner lebih percaya kepada apa yang di sebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.

Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus di berikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus di kurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.

Misalnya, seorang siswa perlu di hukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus di tambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) di kurangi (bukan malah di tambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang di sebut penguat negatif.

Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu di tambah, sedangkan penguat negatif adalah di kurangi agar memperkuat respons.

D. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikkan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori Belajar Behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat di bentuk karena di kondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila di berikan reinforcement, dan akan menghilang bila di kenai hukum.

Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam Teori Belajar Behavioristik.

Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) di sertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering di lakukan.

Karena Teori Belajar Behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus di hadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan di tetapkan lebih dulu secara ketat.

Aplikasi Teori Belajar Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Pembelajaran yang di rancang dan di laksanakan berpijak pada Teori Belajar Behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa.

1. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran

Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan melalui beberapa langkah, di antaranya:

a. Memberikan Penguatan Positif

Penguatan positif atau reward adalah salah satu cara yang efektif dalam membentuk perilaku yang diinginkan dalam pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat memberikan penguatan positif seperti hadiah atau pujian untuk perilaku siswa yang diinginkan, misalnya ketika siswa berhasil menyelesaikan tugas atau memberikan jawaban yang tepat.

b. Memberikan Hukuman Negatif

Hukuman negatif adalah konsekuensi negatif yang diberikan setelah perilaku yang tidak diinginkan dilakukan oleh siswa. Hukuman negatif yang diberikan hendaknya proporsional dan tidak berlebihan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi siswa. Contohnya, ketika siswa melakukan pelanggaran seperti merokok di dalam kelas, maka guru dapat memberikan hukuman negatif seperti memberikan tugas tambahan atau memberikan sanksi sosial.

c. Memberikan Umpan Balik (Feedback)

Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa tentang hasil kinerja atau perilaku yang telah dilakukan. Olehya itu, umpan balik yang diberikan harus jelas dan dapat membantu siswa untuk memperbaiki kinerjanya. Umpan balik dapat diberikan secara lisan atau tertulis.

d. Menetapkan Tujuan Pembelajaran yang Spesifik

Menetapkan tujuan pembelajaran yang spesifik dan jelas dapat membantu siswa dalam memahami apa yang harus mereka capai selama proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang spesifik juga dapat membantu guru dalam mengevaluasi kemajuan siswa dan mengukur apakah tujuan tersebut sudah tercapai atau belum.

e. Menerapkan Pembelajaran Berulang-Ulang

Penerapan pembelajaran berulang-ulang atau repetisi dapat membantu siswa dalam membentuk perilaku atau keterampilan yang diinginkan. Proses pembelajaran yang berulang-ulang akan membantu siswa untuk mengingat informasi dan memperkuat kemampuan yang telah dipelajari.

f. Menjaga Lingkungan Pembelajaran yang Positif

Lingkungan pembelajaran yang positif dan nyaman dapat membantu siswa dalam memperoleh pengalaman belajar yang baik dan memperkuat perilaku yang diinginkan. Lingkungan yang positif dapat diciptakan melalui suasana kelas yang ramah, kegiatan yang interaktif, serta keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran dapat membantu siswa untuk memperoleh pengalaman belajar yang efektif dan membentuk perilaku yang diinginkan. Namun, penting untuk diingat bahwa pembelajaran yang efektif tidak hanya bergantung pada penerapan teori Behavioristik saja, tetapi juga memerlukan penerapan pendekatan pembelajaran yang holistik dan menyeluruh.

2. Stimulus dan Respon dalam Proses Pembelajaran

STIMULUS adalah apa saja yang di berikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan RESPON adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang di berikan oleh guru.

Menurut Teori Belajar Behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon di anggap tidak penting di perhatikan karena tidak dapat di amati dan tidak dapat di ukur. Yang dapat di amati hanyalah stimulus dan respons.

Oleh sebab itu, apa saja yang di berikan guru (stimulus), dan apa saja yang di hasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat di amati dan dapat di ukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang juga di anggap penting oleh aliran behaviotistik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan di tambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat.

Begitu juga bila penguatan di kurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap di kuatkan. Misalnya, ketika siswa di beri tugas oleh guru, ketika tugasnya di tambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya.

Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas di kurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar.

Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting di berikan (di tambahkan) atau di hilangkan (di kurangi) untuk memungkinkan terjadinya respons.

E. Kelebihan Teori Belajar Behavioristik

Dalam penerapannya terdapat setidaknya 6 kelebihan dari teori belajar ini,

  1. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi.
  2. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
  3. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu.
  4. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati dan jika terjadi kesalahan harus segera diperbaiki.
  5. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
  6. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, rafleks, daya tahan dan sebagainya contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahragam dan sebagainya.
    Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

F. Kekurangan Teori Belajar Behavioristik

Sedangkan, kekurangan dari teri belajar ini diantaranya adalah,

  1. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat di amati dan di ukur.
  2. Mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus di pelajari murid.
  3. Murid di pandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat di pengaruhi oleh penguatan yang di berikan guru.
  4. Penggunaan hukuman yang sangat di hindari oleh para tokoh begavioristik justru di anggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
  5. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.

G. Kesimpulan

Teori belajar behavioristik masih di rasakan manfaatnya dalam kegiatan pembelajaran. Selain teori ini telah mampu memberikan sumbangan atau motivasi bagi lahirnya teori-teori belajar yang baru, juga karena prinsip-prinsipnya (walaupun terbatas) terasa masih dapat di aplikasikan secara praktis dalam pembelajaran hingga kini.

Walaupun teori ini mulai mendapatkan kritikan, namun dalam hal-hal tertentu masih di perlukan khususnya dalam mempelajari aspek-aspek yang sifatnya relatif permanen dengan tujuan belajar yang telah di rumuskan secara ketat.

Secara ringkas, Teori Belajar Behavioristik mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang di anggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.

Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.

Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons di anggap tidak penting di perhatikan sebab tidak bisa di amati dan di ukur. Yang bisa di amati dan di ukur hanyalah stimulus dan respons.

Penguatan (reinforcement) adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons.

Bila penguatan di tambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan di kurangi (negative reinforcement) maka respons juga akan menguat. Tokoh-tokoh penting Teori Belajar Behavioristik antara lain Thorndike, Watson, Skiner, Hull dan Guthrie.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar di tekankan sebagai aktifitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah di pelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.

Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

Baca Juga: Teori Belajar Sibernetik

H. Daftar Rujukan

Rujukan utama yang dipake dalam tulisan ini adalah Modul Belajar mahasiswa PPG tahun 2019. Rujukan lainnya sebagai berikut.

  • Biehler, R.F. & Snowman, J. (1982). Psychology Applied to Teaching, Fourth edition, Boston: Houghton Mifflin Company.
  • Collin, Catherine, dkk. 2012. The Psychology Book. London: DK.
  • Dahar, R. W., (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK.
  • Degeng, I.N.S., (1989). Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variabel. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK.
  • Degeng N.S., (1997). Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan Masalah Belajar Abad XXI. Malang: Makalah Seminar TEP.
  • Dimyati, M, (1989). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK
  • Gage, N.L., & Berliner, D. (1979). Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand McNally.
  • Raka Joni, T. (1990). Cara belajar siswa aktif: CBSA: artikulasi konseptual, jabaran operasional, dan verivikasi empirik. Pusat Penelitian IKIP Malang.
  • Ratna Wilis D. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
  • Schunk, Dale. H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective. Edisi keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Smaldino, dkk. 2010. Instructional Technology and Media for Learning. 10th edition. United State of America: Pearson.
  • Smaldino, dkk. 2012. Instructional Technology and Media for Learning. 11th edition. United State of America: Pearson.

Terima kasih telah membaca artikel ini,
semoga bermanfaat.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

close
Index