“Pikiran dapat mengubah Surga menjadi Neraka ataupun sebaliknya”
Pikiran ku terusik oleh rangkaian kata “Hidup Tanpa Penyesalan”. Bisakah aku melakukannya? Selalu saja ada hal yang kita sesali. Baik itu perkataan yang diucapkan, tindakan yang dilakukan, pilihan yang diambil, bahkan atas kejadian yang sebenarnya bukan atas kuasa kita.
Hidup tanpa penyesalan, berarti tidak melakukan sesuatu yang kelak akan mendatangkan penyesalan. Tiada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Bisa jadi penyesalan hari ini tidak bisa lagi diperbaiki, sebab kesempatan itu telah berlalu, atau bahkan tidak pernah tiba. Justru menambah dalam penyesalan. Karena itu senantiasa melakukan tindakan yang terbaik adalah keharusan. Menjalani hidup sebaiknya hari ini, demi kebaikan di masa yang akan datang.
Menjalani hidup tanpa penyesalan memang tidak mudah. Penyesalan itu muncul, tanpa seorangpun memintanya. Biasanya penyesalan yang dilayani dengan baik akan lebih menyenangkan, karena disitu tempat melepas ketidaksenangan, gemuruh, gejolak, dalam ketidak berdayaan. Membuai kita untuk memikirkan dan menggunakan kata seandainya, sekiranya, yang semua itu tiada gunanya. Untuk sedikit meredam hal tersebut, kita perlu ingat bahwa:
“segala sesuatu yang telah terjadi pada diri, baik atau pun buruk, itu adalah yang terbaik untuk kita
dan yakinilah bahwa
“semuanya yang terjadi telah mendapat izin dari-Nya, tetapi tidak semua yang diizinkan terjadi mendapat restu dari-Nya”
Inilah indahnya hidup yang kita jalani. Sesungguhnya tiada ciptaan-Nya yang sia-sia. Bila hal ini telah tertanam di hati, maka kita dapat melihat bahwa terdapat hikmah pada segala hal. Bahkan pada suatu kemalangan yang menimpa. Karena ujian hidup merupakan sarana pendidikan dari Allah, agar menjadi manusia yang lebih baik.
Jadi, ternyata sederhana sekali cara untuk menjalani hidup tanpa penyesalan itu. Cukup jalani hidup dengan sebaiknya. Dan ketika cobaan itu datang, jadikan batu loncatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Lalu adakah hal yang masih patut disesali?
“Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?”
Baca Juga: Ketika Kebiasaan Itu Datang
Demikian.
Eksplorasi konten lain dari Herman Anis
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.