Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa

Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa (andragogi)

Hermananis.com. Teman-teman semua, dalam pembahasan kali ini kita akan membahas satu topik terkait pembelajaran yakni Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa. Prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa (adult learning principles) adalah panduan-panduan yang di gunakan dalam merancang dan mengelola program pembelajaran untuk orang dewasa. Ini di dasarkan pada pemahaman bahwa orang dewasa memiliki karakteristik dan kebutuhan pembelajaran yang berbeda dari anak-anak.

Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri. Keikutsertaan orang dewasa dalam belajar memberikan dampak positif dalam melakukan perubahan hidup kearah yang lebih baik.

Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bagus akan itetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya. Melalui proses belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalaman hidup, tidak hanya pada pencarian ijazah saja.

Pembelajaran Orang Dewasa banyak di istilahkan sebagai andragogi. Pendekatan pembelajaran ini memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan pembelajaran pada anak-anak. Andragogi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang di dasarkan pada karakteristik khusus orang dewasa, khususnya dalam proses belajar.

Baca Juga:

A. Pendahuluan

Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa di laksanakan dalam bentuk pendidikan formal dan nonformal. Wujud pendidikan orang dewasa dalam bentuk formal di laksanakan pada level pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat/Menengah Atas (SLTA) hingga Perguruan Tinggi (PT).

Kemudian dalam wujud nonformal, di laksanakan dalam bentuk Pendidikan Luar Sekolah oleh Masyarakat (PLSM), kursus-kursus, bimbingan dan penyuluhan kesehatan, kegiatan pengajian agama atau majelis taklim, pelatihan organisasi-organisasi, program-program pembangunan masyarakat, dan sejenisnya. Bentuk-bentuk pendidikan orang dewasa tersebut membuka peluang belajar bagi setiap warga masyarakat dewasa, baik yang cacat maupun tidak cacat dan programnya terlaksana secara berkelanjutan.

Dalam pendidikan orang dewasa, kemandirian merupakan tolak ukur utama dalam setiap pengembangan model belajar. Oleh karena itu, konsep pembelajaran dalam konteks andragogi, secara lebih khusus memiliki inti dasar yang mengacu pada menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai kemandirian bagi setiap peserta didiknya (warga belajar).

Tanpa tujuan itu setiap pembelajaran dalam konteks andragogi menjadi tidak bermakna dan sama saja dengan model pembelajaran lainnya. Asumsi ini merupakan batasan khusus yang mampu membedakan konsep pembelajaran andragogi dengan konsep pembelajaran lainnya.

Kemandirian dalam konsep andragogi berarti juga self directed learning. Knowles menguraikan secara jelas tentang pengertian self directed learning yakni;

“as a process in which individuals take the initiative, whith or without the help of others, in diagnosing their learning needs, formulating learning goals, identifying human and other resources for learning, choosing and implementing learning strategies, and evaluating learning outcomes”

Self directed learning memberikan acuan bagaimana peserta didik memiliki inisiatif untuk belajar, menganasilis kebutuhan belajar sendiri, mencari sumber belajar sendiri, memformulasi tujuan belajar sendiri, memilih dan mengimplementasikan strategi belajar dan melakukan self-evaluating. Komponen-komponen tersebut merupakan dimensi bagaimana andragogi membangun karakter kemandirian dalam diri peserta didik (autonomous learning).

Baca juga: Perbedaan Andragogi dan Pedagogi

B. Pembelajaran Orang Dewasa

Pembelajaran orang dewasa pada prinsipnya di lakukan dan di susun bersama-sama antara sumber belajar (guru, tutor, pelatih) dan peserta didik (warga belajar, siswa, peserta pelatihan, dll) ini berlaku sampai tahap evaluasi, di samping itu pula dalam pengembangan pembelajaran dengan prinsip andragogi peserta didik di berikan kewenangan untuk menyusun, dan melaksanakan program pembelajaran, serta melakukan evaluasi pada program tersebut secara mandiri.

Prinsip dasar yang di jadikan pegangan adalah mengacu pada konsep “dari, oleh, dan untuk peserta didik”, sehingga peran sumber belajar (guru, pelatih, pamong, tutor, fasilitator) bertindak sebagai orang memberikan bimbingan, dorongan atau arahan bila di perlukan. Konsep ini menunjukkan bahwa peserta didik menyusun program atas dasar aktivitas dan kemampuan mereka sendiri dengan modal pengetahuan, keterampilan serta sumber yang ada dan dapat mereka gunakan.

Prinsip lain dari pendidikan orang dewasa adalah lebih banyak enekankan pada kebutuhan belajar peserta didik dan pada sisi lain lebih banyak menekankan pada pengembangan ranah afektif dan psikomotor, seperti motivasi, sikap modern, keterampilan (vokasional), dan keahlian yang berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Di samping itu pula program pendidikan selain fleksibel cenderung berkaitan erat dengan lapangan pekerjaan dan kehidupan peserta didik. Dengan berbagai keterampilan dan sikap yang dibina dalam pendidikan dengan prinsip andragogi, maka peserta didik diharapkan mempunyai sejumlah kemampuan yang kemudian hari dapat dijadikan modal untuk mengembangkan kehidupannya melalui usaha secara mandiri, sehingga memperoleh keuntungan yang lebih baik, meliputi keuntungan dalam aspek ekonomi, sosial maupun budaya.

Prinsip di atas memiliki asumsi bahwa, pendidikan dengan prinsip andragogi akan menilai potensi dan otonomi yang dimiliki peserta didik. Sehingga hal itu menjadi landasan utama bagi setiap perencanaan dan pengembangan program pendidikan. Secara filosofis pandangan tersebut sejalan dengan konsep dan komitmen bahwa peserta didik sebagai:

  1. human nature is naturally good,
  2. freedom and aoutnomy,
  3. individually and potensiality,
  4. self conceft and the self,
  5. self actualization,
  6. perception,
  7. responsibility and
  8. humanity.

C. Prinsip dan strategi pembelajaran orang dewasa

Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa sebagaimana di nyatakan Knowles, juga mementingkan keterlibatan intelektual dan emosional peserta didik dalam proses pembelajarannya. Dalam hal ini, peserta didik tidak hanya di beri kesempatan untuk mengeluarkan pendapat dan gagasan pemikiran dalam memperkaya sumber dan pengalaman belajar, tetapi juga ikut terlibat secara emosional dalam pembelajaran, seperti sikap dan perilaku untuk mendukung dan bertanggung jawab dalam mencapai kesuksesan belajar.

Agar terwujudnya pelibatan intelektual dan emosial peserta didik, maka dalam penyelenggaraan pendidikan orang dewasa perlu di terapkan “perencanaan partisipatori”, yakni melibatkan peserta didik dalam merumuskan rancangan pembelajaran, sehingga program dan tujuan pembelajaran dapat di sesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa perlu memperhatikan prinsip-prinsip dan strategi pembelajaran orang dewasa. Dalam Sudjana, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa 1 – Orang dewasa memiliki konsep diri.

Orang dewasa memiliki persepsi bahwa dirinya mampu membuat suatu keputusan, dapat menghadapi resiko sebagai akibat keputusan yang di ambil, dan dapat mengatur kehidupannya secara mandiri. Harga diri amat penting bagi orang dewasa, dan ia memerlukan pengakuan orang lain terhadap harga dirinya. Perilaku yang terkesan menggurui, cenderung akan ditanggapi secara negatif oleh orang dewasa.

Implikasi praktis dalam pembelajaran, apabila orang dewasa di hargai dan di fasilitasi oleh pendidik, maka mereka akan melibatkan diri secara optimal dalam pembelajaran. Kegiatan belajarnya akan berkembang ke arah belajar antisipatif (berorientasi ke masa depan) dan belajar secara partisipatif (bersama orang lain) dengan berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.

2. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa 2 – Orang dewasa memiliki akumulasi pengalaman.

Setiap orang dewasa mempunyai pengalaman situasi, interaksi, dan diri yang berbeda antara seorang dengan yang lainnya sesuai dengan perbedaan latar belakang kehidupan dan lingkungannya. Pengalaman situasi merupakan sederet suasana yang di alami orang dewasa pada masa lalu yang dapat di gunakan untuk merespons situasi saat ini.

Sementara itu, pengalaman interaksi menyebabkan pertambahan kemahiran orang dewasa dalam memadukan kesadaran untuk melihat dirinya dari segi pandangan orang lain. Pengalaman diri adalah kecakapan orang dewasa pada masa kini dengan berbagai situasi masa lalu. Implikasi praktis dalam pembelajaran, orang dewasa akan mampu berurun rembug berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya.

Pengalaman biasa dapat di jadikan sumber yang kaya untuk di manfaatkan dalam pembelajaran. Orang dewasa mempelajari sesuatu yang baru cenderung dimaknai dengan menggunakan pengalaman lama. Sejalan dengan itu, peserta didik orang dewasa perlu di libatkan sebagai sumber pembelajaran. Pengenalan dan penerapan konsep-konsep baru akan lebih mudah apabila berangkat dari pengalaman yang dimiliki orang dewasa.

3. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa 3 – Orang dewasa memiliki kesiapan belajar.

Kesiapan belajar orang dewasa akan seirama dengan peran yang ia tampilkan baik dalam masyarakat maupun dalam tugas/pekerjaan. Implikasinya urutan program pembelajaran perlu di susun berdasarkan urutan tugas yang di perankan orang dewasa, bukan berdasarkan urutan logis mata pelajaran. Penyesuaian materi dan kegiatan belajar perlu di relevansikan dengan kebutuhan belajar dan tugas/pekerjaan peserta didik orang dewasa.

4. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa 4 – Orang dewasa menginginkan dapat segera memanfaatkan hasil belajarnya.

Orang dewasa berpartisipasi dalam pembelajaran, karena ia sedang merespons materi dan proses pembelajaran yang berhubungan dengan peran dalam kehidupannya. Kegiatan belajarnya senantiasa berorientasi pada realitas (kenyataan). Oleh karena itu, pembelajaran perlu mengarah pada peningkatan kemampuan untuk memecahkan masalah yang di hadapinya dalam kebutuhannya.

Implikasi praktisnya, pembelajaran perlu berorientasi pada pemecahan masalah yang relevan dengan peranan orang dewasa dalam kehidupannya. Pengalaman belajar hendaklah di rancang berdasarkan kebutuhan dan masalah yang di hadapi orang dewasa, seperti kebutuhan dan masalah dalam pekerjaan, peranan sosial budaya, dan ekonomi. Belajar yang berorientasi penguasaan keterampilan (skills) menjadi motivasi kuat dalam
pembelajaran orang dewasa.

5. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa 5 – Orang dewasa memiliki kemampuan belajar.

Kemampuan dasar untuk belajar tetap di miliki setiap orang sepanjang hayatnya, khususnya orang dewasa. Penurunan kemampuan belajar pada usia tua bukan terletak pada intensitas dan kapasitas intelektualnya, melainkan pada kecepatan belajarnya. Implikasi praktisnya, pendidik perlu mendorong orang dewasa sebagai peserta didik untuk belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan cara belajar yang di inginkan, di pilih, dan di tetapkan oleh orang dewasa.

6. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa 6 – Orang dewasa dapat belajar efektif apabila melibatkan aktivitas mental dan fisik.

Orang dewasa dapat menentukan apa yang akan di pelajari, di mana, dan bagaimana cara mempelajarinya, serta kapan melakukan kegiatan belajar. Selain itu, orang dewasa dalam belajar akan melibatkan pikiran dan perbuatan. Implikasi praktisnya, orang dewasa akan belajar secara efektif dengan melibatkan fungsi otak kiri dan otak kanan, menggunakan kemampuan intelek dan emosi, serta dengan memanfaatkan berbagai media, metode, teknik dan pengalaman belajar.

Menurut Mukhlis, prinsip pendidikan orang dewasa juga di gunakan sebagai landasan untuk mengimplementasikan konsep pendidikan kritis yang memiliki identitas sebagai berikut:

a). Belajar dari realitas atau pengalaman.

Materi yang di pelajari bukanlah teoriteori, melainkan pengalaman seseorang atau keadaan nyata masyarakat yang terlibat dalam proses pendidikan. Jadi, tidak ada otoritas pengetahuan seseorang yang lebih tinggi dari lainnya. Keabsahan pengetahuan seseorang di tentukan oleh pembuktian dalam realitas tindakan atau pengalaman langsung, bukan pada kepintaran dalam berbicara.

b). Tidak Menggurui.

Semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan di perlakukan sama, pendidik adalah sekaligus peserta didik.

c). Dialogis.

Proses pendidikan yang berlangsung bukan lagi proses belajarmengajar yang bersifat satu arah, melainkan proses komunikasi dalam berbagai bentuk kegiatan seperti diskusi kelompok, bermain peran, dan sebagainya.

d). Rangkai-ulang (Rekonstruksi).

Mengurai kembali rincian, seperti fakta, unsurunsur, urutan kejadian, dan sebagainya dari realita tersebut. Tahap ini jugabisa di sebut proses mengalami; karena proses ini selalu di mulai dengan panggilan pengalaman dengan cara melakukan kegiatan langsung. Dalam proses ini peserta didik terlibat dan bertindak mengikuti pola tertentu. Apa yang di lakukan dan di alaminya adalah mengerjakan, mengamati, melihat, dan mengatakan sesuatu. Pengalaman itulah yang pada akhirnya menjadi titik tolak proses belajar selanjutnya.

e). Ungkapan.

Setelah tahap mengalami, tahap berikutnya adalah proses mengungkapkan dengan cara menyatakan kembali apa yang sudah di alaminya, bagaimana tanggapan, kesan atas pengalaman tersebut.

f). Kaji-urai (analisis).

Mengkaji sebab-sebab dan kemajemukan kaitan-kaitan permasalahan yang ada dalam realitas tersebut, yakni tatanan, aturan-aturan, sistem yang menjadi akar permasalahannya.

g). Kesimpulan.

Merumuskan makna atau substansi dari realitas tersebut sebagai suatu pelajaran dan pemahaman baru yang lebih utuh, berupa prinsip-prinsip,atau berupa kesimpulan umum dari hasil pengkajian atas pengalaman tersebut. Dengan demikian, apa yang di alami dan di pelajari akan membantu merumuskan, memerinci, dan memperjelas hal-hal yang telah di perolehnya.

h). Tindakan.

Merupakan fase akhir dari proses pendidikan kritis, yakni memutuskan dan melaksanakan tindakan-tindakan baru yang lebih baik berdasarkan hasil pemahaman atas realitas tersebut, sehingga sangat memungkinkan untuk menciptakan realitas-realitas baru yang lebih baik. Langkah ini lebih bisa di manifestasi dengan cara merencanakan tindakan dalam penerapan prinsip-prinsip yang telah di simpulkan.

Sementara itu, menurut suprijanto cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar anak-anak. Oleh karena itu, proses pembelajarannya harus memerhatikan ciri-ciri belajar orang dewasa, yakni:

  1. Memungkinkan timbulnya pertukaran pendapat, tuntutan, dan nilai-nilai;
  2. Memungkinkan terjadinya komunikasi timbal balik;
  3. Suasana belajar yang di harapkan adalah suasana yang menyenangkan dan menantang;
  4. Mengutamakan peran peserta didik;
  5. Orang dewasa akan belajar jika pendapatnya dihormati;
  6. Belajar orang dewasa bersifat unik;
  7. Perlu adanya saling percaya antara pembimbing dan peserta didik;
  8. Orang dewasa umumnya mempunyai pendapat yang berbeda;
  9. Orang dewasa mempunyai kecerdasan yang beragam;
  10. Kemungkinan terjadinya berbagai cara belajar;
  11. Orang dewasa belajar ingin mengetahui kelebihan dan kekurangannya;
  12. Orientasi belajar orang dewasa terpusat pada kehidupan nyata; dan
  13. Motivasi berasal dari dirinya sendiri

Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat pula, dan makin efektif lagi kalau dapat juga mengerjakan. Komposisi kemampuan tersebut dapat di lukiskan ke dalam piramida belajar (pyramida of learning) seperti terlihat dalam gambar di bawah ini:

Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa
Gambar 1. Piramida Belajar Orang Dewasa
Sumber : Lunandi (1987 : hal 29)

D. Pendekatan belajar Andragogi cocok diterapkan untuk peserta didik rentang usia berapa hingga berapa?

Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa, yang berfokus pada pembelajaran orang dewasa, cocok di terapkan untuk peserta didik yang berusia dewasa. Namun, tidak ada batasan usia pasti yang harus di ikuti, karena orang dewasa dapat memiliki berbagai rentang usia. Secara umum, pendekatan andragogi dapat di terapkan untuk peserta didik yang berusia sekitar 18 tahun ke atas.

Peserta didik yang berusia di atas 18 tahun memiliki karakteristik dan kebutuhan pembelajaran yang berbeda dari anak-anak dan remaja. Mereka cenderung lebih mandiri, memiliki pengalaman hidup yang lebih kaya, dan memiliki tujuan pembelajaran yang lebih jelas. Oleh karena itu, pendekatan andragogi dapat efektif dalam mengajar orang dewasa, baik di lingkungan pendidikan tinggi, pelatihan profesional, atau konteks pembelajaran seumur hidup lainnya.

Penting untuk di catat bahwa meskipun andragogi biasanya di terapkan pada peserta didik dewasa, pengajar dan desainer kurikulum perlu mempertimbangkan keragaman dalam kelompok usia ini dan menyesuaikan pendekatan pembelajaran mereka sesuai dengan kebutuhan, tingkat pengalaman, dan karakteristik individu peserta didik.

E. Kesimpulan Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa adalah sebagai berikut:

  1. Motivasi belajar berasal dari dirinya sendiri.
  2. Orang dewasa memiliki kesiapan belajar.
  3. Orang dewasa belajar jika bermanfaat bagi dirinya
  4. Orang dewasa akan belajar jika pendapatnya dihormati.
  5. Perlu adanya saling percaya antara pembimbing dan peserta didik.
  6. Orang dewasa perlu di libatkan dalam perencanaan dan evaluasi pengajaran mereka.
  7. Mengharapkan suasana belajar yang menyenangkan dan menantang.
  8. Orang dewasa belajar ingin mengetahui kelebihan dan kekurangannya.
  9. Orientasi belajar orang dewasa terpusat pada kehidupan nyata.
  10. Sumber bahan belajar bagi orang dewasa berada pada diri orang itu sendiri.
  11. Mengutamakan peran orang dewasa sebagai peserta didik.
  12. Belajar adalah proses emosional dan intelektual sekaligus.
  13. Belajar bagi orang dewasa adalah hasil mengalami sesuatu.
  14. Belajar adalah hasil kerja sama antara manusia.
  15. Mungkin terjadi komunikasi timbal balik dan pertukaran pendapat.
  16. Belajar bagi orang dewasa bersifat unik.
  17. Orang dewasa umumnya mempunyai pendapat, kecerdasan, dan cara belajar yang berbeda.
  18. Pembelajaran bagi orang dewasa lebih berpusat pada masalah daripada berorientasi pada isi.
  19. Belajar bagi orang dewasa kadang-kadang merupakan proses yang menyulitkan.
  20. Belajar adalah proses evolusi.

Berbagai Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa yang telah di kemukakan di atas, selanjutnya dijadikan pedoman dan landasan dasar terhadap pendidikan orang dewasa.

Klik link berikut untuk download file pdfnya:

Pembelajaran Orang Dewasa

Sumber rujukan

  • Djudju Sudjana. (2007). Andragogi Praktis, dalam R. Ibrahim, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: Imperial Bhakti Utama, 2007), vol. 2.
  • Jhon Elias, dkk. 1980. Philosophical Foundation of Adult Education Malabar: Malabar Florida.
  • Lunandi, A. (1987). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta : Gramedia
  • Malcolm Knowles. 1975. Andragogy: Concepts for Adult Learning. Washington D.C; Departement of Heatlth, Education and Welfare.
  • Mukhlis. 2014. Pendidikan Pembebasan dalam Pandangan Mansour Fakih, dalam Mukhrizal Arif, dkk, Pendidikan Pos Modernisme: Telaah Kritis Pemikiran Tokoh Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
  • Peter Jarvis. 1992. Adult and Conditioning Education: Theory and Practice. London: Croom Helm.
  • Suprijanto. 2009. Pendidikan Orang Dewasa: Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Jika anda menggunakan tulisan ini sebagai referensi, berikut contoh penulisan daftar pustakanya:

Format APA (American Psychological Association): Nama web/situs, tgl artikel di buat, judul artikel, waktu di akses, alamat website (URL) secara lengkap.

  • Hermananis.com. (2023, 11 Oktober). Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa: Pengertian, Contoh, dan Cara Mengatasinya. Diakses pada tgl bulan tahun, dari https://hermananis.com/prinsip-pembelajaran-orang-dewasa/

Demikian semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

close