Landasan Teoretis Pembelajaran Mendalam: Sejarah, Konsep, dan Implementasi

Landasan Teoretis Pembelajaran Mendalam

HermanAnis.com – Teman-teman semua, pada seri Pembelajaran Mendalam kali ini kita akan membahas tentang landasan teoretis pemelajaran mendalam. Dalam era pendidikan modern yang terus berkembang, pendekatan pembelajaran yang mampu menumbuhkan pemahaman mendalam, keterampilan abad ke-21, serta kesadaran sosial dan emosional sangat dibutuhkan. Salah satu pendekatan yang kian mendapat perhatian global adalah pembelajaran mendalam. Untuk memahami dan menerapkan pendekatan ini secara efektif, penting untuk menelaah landasan teoretis pembelajaran mendalam yang mencakup sejarah, konsep dasar, hingga prinsip-prinsip implementasinya dalam konteks pendidikan masa kini.

Artikel ini akan mengulas secara komprehensif dua konsep utama pembelajaran mendalam (PM), sejarah penerapannya dalam pendidikan, serta bagaimana PM dikembangkan melalui pendekatan yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan.

Ingin tahu bagaimana teori-teori ini diwujudkan dalam praktik pembelajaran sehari-hari? Simak artikel Prinsip Pembelajaran Mendalam: Berkesadaran, Bermakna, dan Menggembirakan untuk penjelasan aplikatifnya.

Konsep-Konsep Utama dalam Pembelajaran Mendalam

1. Pembelajaran Mendalam dalam Ilmu Komputer

Dalam literatur akademik, terdapat dua pendekatan utama terkait istilah pembelajaran mendalam. Pertama, pembelajaran mendalam dikenal luas dalam bidang ilmu komputer, terutama pada subbidang kecerdasan buatan (AI). Sejarahnya dapat ditelusuri sejak tahun 1940-an, bermula dari penelitian di bidang sibernetika, yang kemudian berkembang menjadi pembelajaran mesin dan jaringan saraf tiruan (neural networks).

Peters (2018) mencatat bahwa kemajuan ini dilandasi oleh upaya manusia untuk meniru pola berpikir otak manusia, yang kemudian menghasilkan model komputasi canggih untuk pengenalan pola, pengambilan keputusan, dan bahkan pembelajaran mandiri oleh mesin. Gillon et al. (2019) serta Richards et al. (2019) menambahkan bahwa perkembangan teknologi jaringan syaraf telah memperluas kapasitas sistem cerdas untuk melakukan pembelajaran mendalam secara berkelanjutan dan adaptif.

Namun, konsep ini berbeda dari pembelajaran mendalam yang diterapkan dalam konteks pendidikan formal.

2. Pembelajaran Mendalam dalam Konteks Pendidikan

Konsep kedua dari pembelajaran mendalam berkembang dalam ranah pendidikan, terutama di Norwegia (Bråten & Skeie, 2020), yang menekankan pada pemahaman konseptual dan kontekstual secara menyeluruh oleh peserta didik. Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa belajar tidak sekadar menghafal fakta, melainkan membangun pengetahuan melalui keterlibatan aktif, refleksi, dan koneksi antargagasan.

Pembelajaran Mendalam telah mempengaruhi kebijakan pendidikan kontemporer di berbagai negara (Fullan & Langworthy, 2014) dan berperan penting dalam pengembangan kompetensi masa depan dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks (Fullan et al., 2018; Pellegrino & Hilton, 2012). Selain itu, PM juga berkaitan erat dengan kualitas pembelajaran. Pendekatan PM mampu menghasilkan kualitas capaian pembelajaran yang tinggi, sedangkan metode pembelajaran yang kurang mendalam cenderung menghasilkan capaian pembelajaran yang rendah (Smith & Colby, 2007).

Pembelajaran Mendalam merupakan pendekatan untuk memperoleh pengetahuan baru secara efektif (Marblestone, Wayne, dan Kording, 2016). Pembelajaran Mendalam meliputi pemahaman dan keterkaitan hubungan antara pengetahuan konseptual dan prosedural serta kemampuan untuk mengaplikasi pengetahuan konseptual pada konteks yang baru (Hattie & Donoghue, 2016; Parker et al., 2011; Winch, 2017). Dengan demikian, pembelajaran diharapkan aplikatif dan bermanfaat dalam kehidupan peserta didik.

Pemerolehan pengetahuan dilakukan melalui pembelajaran berbasis pengalaman. Pembelajaran berbasis pengalaman sebagai teori pembelajaran dikembangkan oleh David A. Kolb (1984) mendukung penerapan PM. Teori ini menekankan bahwa pembelajaran terjadi melalui pengalaman langsung yang melibatkan proses refleksi, konseptualisasi, dan eksperimen. Pembelajaran sebagai proses di mana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman (Kolb, 1984).

Kategori kerangka kerja pengetahuan yang digambarkan oleh Terry Heick (2020) mengklasifikasi pengetahuan menjadi tiga kategori: pengetahuan dasar, pengetahuan meta, dan pengetahuan humanistik. Model ini dirancang untuk membantu memahami cara pengetahuan diorganisasikan, dipahami, dan diterapkan dalam konteks pendidikan danpembelajaran. Proses perolehan pengetahuan ini didukung of teori Habits of Mind yang berfokus pada pola pikir dan perilaku yang membantu individu dalam menghadapi tantangan, memecahkan masalah, dan bertindak secara efektif (Costa & Kallick, 2020). Habits of Mind adalah kebiasaan intelektual yang mendorong pemikiran kritis, kreatif, dan reflektif dalam
konteks pembelajaran atau kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Mendalam merupakan pendidikan progresif yang terfokus pada perkembangan peserta didik dalam kemampuan berkolaborasi, pendekatan guru, pemahaman mendalam terhadap materi pelajaran (Kohn, 2008). Berbagai kerangka kerja teori menggunakan PM dalam kaitannya dengan motivasi mendalam, strategi, keinginan untuk memahami, pembelajaran holistik, keterkaitan antar-gagasan, dan lain-lain. Salah satu implementasi kurikulum dengan menggunakan PM di Norwegia adalah mengaitkan antar mata pelajaran secara interdisiplin sebagai kurikulum inti.

Pembelajaran Mendalam meningkatkan kualitas dan capaian pembelajaran dengan secara intensif melibatkan peserta didik melalui pembelajaran yang mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata dan identitas diri, mengembangkan keterampilan, pengetahuan, kepercayaan diri melalui proses inkuiri (Fullan, Quin, & McEachen, 2018). Pembelajaran Mendalam sejalan dengan pendidikan inklusi, khususnya ketika diterapkan dalam grup yang kecil (Kristiansen et al., 2019; Tal & Tsaushu, 2018), dan ketika teknologi yang spesifik dikaitkan dengan anak berkebutuhan khusus (Srivastava et al., 2021). Oleh sebab itu, PM berfokus pada berbagai karakteristik peserta didik dan proses pelibatan mereka secara aktif dalam pembelajaran. Pada akhirnya berbagai konsep PM dalam konteks pendidikan dikaitkan dengan penyediaan pengalaman belajar dan penciptaan lingkungan pembelajaran yang mendukung pemahaman peserta didik yang menstimulasi keterampilan berpikir tingkat tinggi dan mengaplikasi
pengetahuannya dalam berbagai konteks dunia nyata.

PM dalam pendidikan menekankan pentingnya keterlibatan kognitif, afektif, dan sosial peserta didik dalam proses belajar. Prinsip-prinsip seperti kebermaknaan, kesadaran diri, dan kebahagiaan belajar menjadi fondasi utama dalam implementasinya.

Baca artikel selengkapnya Delapan Dimensi Profil Lulusan dalam Pembelajaran Mendalam

Sejarah dan Evolusi Pembelajaran Mendalam dalam Pendidikan

Fase 1: Awal Mula Konsep Pembelajaran Mendalam (1970-an)

Pemahaman awal tentang landasan teoretis pembelajaran mendalam dimulai pada tahun 1970-an melalui penelitian Marton dan Säljö (1976) yang membedakan antara dua pendekatan belajar: pembelajaran mendalam dan pembelajaran dangkal. Mereka mengamati bagaimana siswa membaca teks dan membangun pemahaman dari bacaan tersebut.

Pembelajaran mendalam dalam konteks ini merujuk pada:

  • Kemampuan memahami makna di balik teks
  • Menghubungkan ide-ide utama
  • Melihat informasi dalam konteks yang lebih luas

Sebaliknya, pembelajaran dangkal dicirikan oleh:

  • Hafalan fakta secara literal
  • Minim pemahaman konseptual
  • Tidak adanya koneksi antar konsep

Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa siswa yang menerapkan strategi pembelajaran mendalam cenderung lebih mampu menguasai materi secara jangka panjang dan menyelesaikan masalah secara kreatif, dibandingkan mereka yang hanya menghafal tanpa memahami konteks.

Fase 2: Pengaruh Teori Konstruktivisme (1990–2000-an)

Pada dekade 1990-an hingga awal 2000-an, konsep pembelajaran mendalam mengalami penguatan melalui pemikiran konstruktivisme yang dipopulerkan oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses aktif di mana siswa membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan interaksi sosial.

Konsep ini mendorong munculnya berbagai pendekatan pembelajaran inovatif seperti:

  • Pembelajaran berbasis proyek
  • Pembelajaran kolaboratif
  • Pembelajaran berbasis masalah

Selaras dengan kebutuhan Keterampilan Abad ke-21, PM juga mulai dikaitkan dengan:

  • Pengembangan berpikir kritis
  • Stimulasi kreativitas
  • Latihan pemecahan masalah yang kompleks

Sayangnya, meskipun konsep ini mulai diterapkan di berbagai negara termasuk Indonesia, banyak tantangan dalam implementasinya seperti kurangnya pelatihan guru, keterbatasan sarana, dan paradigma evaluasi yang masih berorientasi hasil akhir.

Fase 3: Integrasi Teknologi dan Isu Global (2010–Kini)

Memasuki dekade 2010 hingga sekarang, pembelajaran mendalam telah bertransformasi dengan integrasi teknologi pendidikan secara luas. Pendekatan ini tidak hanya memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai sarana menciptakan pengalaman belajar yang imersif dan kontekstual.

Beberapa teknologi yang mendukung PM meliputi:

  • Simulasi digital untuk memahami fenomena kompleks
  • Game-based learning yang memotivasi dan melibatkan siswa
  • Analitik pembelajaran berbasis data untuk personalisasi pengalaman belajar

Selain itu, PM juga mencakup isu-isu global seperti:

  • Keberlanjutan lingkungan
  • Literasi digital
  • Pembelajaran sosial dan emosional (SEL)

Fokus utama PM saat ini adalah menjadikan peserta didik sebagai agen pembelajar aktif yang mampu:

  • Menemukan makna dari pengalaman belajar
  • Menerapkan pengetahuan dalam berbagai konteks
  • Terlibat dalam pembelajaran yang menyenangkan dan transformatif

Baca juga: Implementasi Pembelajaran Mendalam: Strategi Perencanaan, Pelaksanaan, dan Asesmen Efektif

Implementasi PM dalam Berbagai Konteks Pendidikan

Penerapan PM berimplikasi pada kurikulum, pembelajaran, dan asesmen. Salah satu negara yang mengimplementasikan kerangka kerja PM dalam kurikulum adalah Norwegia. Norwegia mulai mengimplementasikan PM pada kurikulum nasional untuk pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2017. Mereka melakukan reformasi yang konstan di mana konsep PM memainkan peran utama (Kovač, et al. 2023). Prinsip dasar kurikulum ini diintegrasikan pada kurikulum inti nasional dengan tema kemanusiaan, identitas, perbedaan kebudayaan, berpikir kritis, kepedulian lingkungan, demokrasi, dan partisipasi dalam masyarakat (Norwegian Directorate for Education and Training, 2021).

Pembelajaran Mendalam dalam seluruh struktur pendidikan adalah strategi untuk memperoleh pengetahuan dalam 1) respons terhadap perubahan global, 2) proses informasi yang baru, 3) teknologi baru, 4) pemaknaan pengetahuan yang baru dalam dunia yang kompleks (Norwegian Directorate for Education and Training, 2021). Keterampilan umum (generic skills) seperti berpikir kritis dan keterampilan penyelesaian masalah adalah kunci pada PM dan dapat digunakan untuk organisasi kurikulum.

Salah satu tujuan utama reformasi kurikulum di Norwegia adalah pembelajaran harus relevan dengan teknologi baru, pengetahuan baru dan tantangan baru. Dengan demikian, peserta didik diharapkan tidak fokus pada belajar fakta-fakta (factual knowledge), namun pembelajaran yang bermakna, belajar untuk mengetahui cara belajar, mampu menggunakan pengetahuan pada situasi yang baru, dan memperoleh level metakognitif tertentu (Bråten & Skeie, 2020).

Pembelajaran Mendalam berkaitan erat dengan teori belajar konstruktivisme yang menguatkan proses pembelajaran dan interaksi dengan orang lain (Abbott et al., 2009). PM terjadi ketika peserta didik ditantang dan dimotivasi dengan permasalahan dunianyata yang menggunakan pengetahuan antardisiplin dapat melalui pendekatan pembelajaran inkuiri (Bolstad et al., 2012; Scott, 2015; Fullan, Quinn, & McEachen, 2018). Pembelajaran Mendalam merupakan perkembangan dari berbagai alternatif pendekatan yang berpusat pada peserta didik sebelumnya seperti Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), Pembelajaran Terbalik (Flipped Classroom), Penilaian Formatif (Formative Assessment), dan lain-lain. (Kovač et al., 2023). Dengan demikian, dapat ditunjukkan bahwa PM merupakan pendekatan yang terfokus pada peserta didik sesuai dengan keunikan dan
karakteristik mereka.

Sekolah harus memberikan pengalaman PM sehingga peserta didik dapat mengembangkan pemahamannya tentang elemen-elemen mendasar dan hubungannya satu sama lain dalam suatu mata pelajaran. Dengan demikian, mereka dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan mata pelajaran tersebut pada konteks yang familiar dan non-familiar (Bråten & Skeie, 2020). Pengalaman belajar di kelas dapat dilakukan dengan memberikan peluang mengerjakan aktivitas pembelajaran dengan kompleksitas yang terus meningkat baik secara individu ataupun berkelompok

Hubungan antara capaian pembelajaran dengan PM dipengaruhi oleh karakteristik interaksi peserta didik dengan struktur mata pelajaran, konten kurikulum, metode pembelajaran, dan asesmen (Laird et al., 2008). Kaitannya dengan asesmen dapat dilihat pada penerapan PM pada kurikulum di Norwegia. Kurikulum di Norwegia mengutamakan asesmen formatif yang menstimulasi pembelajaran peserta didik, namun tetap menggunakan penilaian sumatif. Penilaian merupakan sarana untuk mengetahui bagaimana pencapaian kompetensi peserta didik dalam proses dan akhir pembelajaran (penilaian formatif dan sumatif).

Prinsip-Prinsip Inti dalam Pembelajaran Mendalam

Pembelajaran mendalam bukan sekadar metode, melainkan pendekatan komprehensif yang berpijak pada sejumlah prinsip fundamental. Berikut ini adalah prinsip utama yang menyusun landasan teoretis pembelajaran mendalam:

1. Berkesadaran

Pembelajaran dilakukan secara sadar, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Peserta didik memahami tujuan belajarnya, merefleksikan proses belajar, serta menilai kemajuan dirinya secara kritis.

2. Bermakna

Setiap aktivitas pembelajaran harus berkaitan dengan pengalaman, konteks nyata, dan relevansi kehidupan peserta didik. Pembelajaran bermakna menumbuhkan keterlibatan emosional dan kognitif yang tinggi.

3. Menggembirakan

Belajar tidak harus membebani. PM menekankan bahwa pembelajaran yang menggembirakan memotivasi siswa untuk terlibat lebih dalam, mencoba hal baru, dan menikmati proses belajar itu sendiri.

Dalam konteks Indonesia, PM didefinisikan sebagai pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu. Pendekatan ini mendorong peserta didik untuk belajar secara sadar dan penuh perhatian, menikmati proses pembelajaran dengan antusias dan semangat serta menemukan makna dan relevansi dari apa yang dipelajari terhadap kehidupan mereka. Hal ini memungkinkan peserta didik untuk terlibat aktif, menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman sebelumnya, dan membangun pemahaman yang berdampak jangka panjang.

Di Indonesia, berbagai kebijakan pendidikan telah mencoba mengintegrasikan elemen pembelajaran mendalam, misalnya melalui:

  • Kurmer (Kurikulum Merdeka)
  • Program Guru Penggerak
  • Proyek Profil Pelajar Pancasila

Namun, tantangan dalam implementasi PM tetap ada, seperti:

  • Budaya evaluasi yang berorientasi pada hasil tes
  • Kurangnya pemahaman guru tentang landasan teoretis PM
  • Keterbatasan akses teknologi di berbagai daerah

Upaya perbaikan harus dilakukan secara sistematis, mulai dari pelatihan guru, pengembangan kurikulum, hingga dukungan kebijakan yang konsisten.

Baca juga: Landasan Filosofis dan Pedagogis Pembelajaran Mendalam

Kesimpulan

Pemahaman tentang landasan teoretis pembelajaran mendalam menjadi penting dalam upaya menciptakan sistem pendidikan yang adaptif, transformatif, dan relevan dengan tantangan abad ke-21. Dengan menelusuri sejarahnya dari ilmu komputer hingga ranah pendidikan, serta melalui integrasi prinsip-prinsip pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan, kita dapat menyusun strategi implementasi PM yang lebih efektif.

Arah ke depan mengharuskan pendidik, pembuat kebijakan, dan institusi pendidikan untuk tidak hanya menerapkan PM secara teknis, tetapi juga secara filosofis dan kontekstual—dengan menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar yang holistik.

Setelah memahami kerangka teori yang mendasari pembelajaran mendalam, Anda dapat menjelajahi implementasinya secara konkret melalui artikel Pengalaman Belajar dalam Pembelajaran Mendalam untuk melihat bagaimana teori-teori tersebut diwujudkan dalam aktivitas pembelajaran.


Eksplorasi konten lain dari Herman Anis

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

close

Eksplorasi konten lain dari Herman Anis

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca