Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi

Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi

HermanAnis.com – Ada Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi yang begitu bermakna untuk kita kaji, untuk dijadikan renungan dalam menjalani hidup ini.

Ada satu syair yang sangat terkenal dari Maulana Jalaluddin Rumi. Syair ini merupakan simbol ekspresi, pola, gaya seorang yang mencintai. Di dalamnya ada 7 nasehat Rumi, yang memakai simbol-simbol alam semesta.

  1. Dalam Kedermawanan dan Menolong Jadilah seperti Sungai
  2. Dalam Ketulusan dan Kebaikan Jadilah seperti Matahari
  3. Dalam Memaafkan jadilah seperti Malam
  4. Dalam Kemarahan jadilah seperti Mayat
  5. Saat kita Sederhana dan Rendah Hati jadilah seperti Bumi
  6. Dalam Toleransi Jadilah seperti Laut
  7. Jangan melihat keluar Lihatlah ke dalam diri, Jadilah engkau apa adanya.

Ini karena beliau mengembangkan paradigma cinta. Yang berarti ini sebenarnya adalah profilnya orang yang mencintai.

Baca Juga: Kata kata Bijak Lao Tzu

A. Dalam Kedermawanan dan Menolong Jadilah seperti Sungai – Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi

Tujuh Nasihat Maulana Jalaludin Rumi, yang pertama, orang yang mencintai itu dermawan dan suka menolong. Dalam kedermawanan dan menolong jadilah seperti sungai. Sungai itukan banyak memberi, memberi apa saja pada masyarakat di sekitarnya.

Sungai sering jadi pusat sumbernya hidup. kalau teman-teman belajar peradaban-peradaban manusia, awal itu biasanya di mulai dari pinggir-pinggir sungai. Karena disitu kuncinya hidupnya, memberikan banyak.

Sungai tidak menunggu balasan apa-apa, meskipun kadang-kadang balasan kita pada sungai jelek. Kita kasih sampahlah, kita kasih kotoranlah, tapi sungai selalu memberi banyak hal. Nah, jadilah orang yang mencintai. Pecinta itu dermawan dan penolong seperti sungai.

Nanti kalau teman-teman kok lewat sungai, ingat-ingatlah kalimatnya Rumi, jadi ingat sungai berarti ingatlah bahwa aku ini harus jadi orang yang pemurah, dermawan, dan penolong.

Ini di simpan pertama karena manusia itu cenderung pelit dan itu katanya Al-Quran sendiri. Manusia itu cenderung enggan berbagi, ingin enak, biasanya yang di bagi yang sisa-sisa. Al-Quran menegaskan, kalau kita perlu menginfakkan apa yang paling kita cintai karena manusia itu cenderung pelit.

Baca Juga: Pemikiran Leonardo da Vinci

B. Dalam Ketulusan dan Kebaikan Jadilah seperti Matahari

Yang kedua menurut Rumi, dalam ketulusan dan kebaikan jadilah seperti matahari. Matahari itukan memberikan cahayanya, terangnya pada siapa saja, ndak milih-milih. Di mana saja, siapapun di beri.

Orang tulus itu begitu. Kalau tulus kok milih-milih, itu biasanya bukan tulus tapi pamrih. Jadilah seperti matahari, siapapun di beri, tidak pilih-pilih.

Para pecinta itu tulus. Simbolnya ketulusan itu matahari. Jadi selain jadi Sungai, jadilah juga seperti Matahari. Kalau besok pagi jalan-jalan keluar terus kena matahari, sadarilah bahwa aku dalam hidup ini harus tulus tanpa pamrih.

Matahari tidak pernah minta imbalan, kecuali Matahari Mall, kalau kamu ke sana, kamu harus membayar. Hei jadi pecinta ciri keduanya tulus.

Baca Juga: Layla Majnun Quotes

C. Dalam Memaafkan jadilah seperti Malam

Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi. Ciri ketiga pecinta itu memaafkan. Dalam memaafkan jadilah seperti malam. Malam itu maksudnya gelap, pekat, sudah ndak ada apa-apa, ndak lihat apa-apa lagi.

Jadi kalau kita sudah memaafkan orang, yah sudah. Anggap semuanya sudah tidak kelihatan, anggap semuanya sudah lenyap. Kayak kalau malam itu kita sudah enggak bisa lihat apa-apa lagi. Ndak boleh ada sisanya apapun, pekat seperti malam.

Kan sering kita itu memaafkan, tapi ingin sedikit-sedikit membalas dendam. “Sekarang saya maafkan, tapi nanti meski….” yah itu sebenarnya belum memaafkan.

Jadi kalau memaafkan seperti malam, sudah gelap. Kayak kita mau tidur, lampu mati ya sudah, sudah tak lihat apa-apa, ndak ingat apa-apa lagi, terus tidur.

Jadi kalau memaafkan seperti malam. Nanti kalau mau tidur malam hari, sadarilah bahwa ini malam yah aku maafkan siapapun yang punya salah tadi pagi, kemarin, dan seterusnya. Ini yang ketiga, jadi pecinta itu pemaaf.

Baca Juga: Kisah Layla Majnun, Cerita Cinta Ketuhanan oleh Nizami Ganjavi

D. Dalam Kemarahan jadilah seperti Mayat – Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi

Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi yang keempat adalah, dalam kemarahan jadilah seperti mayat. Manusia itu yang normal, memang kadang-kadang marah, kadang-kadang tidak berkenan terhadap sesuatu. Tapi begitu kamu sadar, sedang marah jadilah seperti mayat.

Mayat itu kan sudah nggak ngapa-ngapain lagi. Berarti apa? kalau sedang marah berhenti, jangan ngapa-ngapain. Jika kita marah saat berdiri, duduk lah. Kalau marah saat duduk, berbaringlah. Kalau marah saat berbaring, berwudhulah, atau sholatlah bila perlu.

Jadi jangan memutuskan sesuatu, melakukan sesuatu pada saat marah. Biasanya orang marah itu, kalau melakukan sesuatu nanti di sesali atau pasti tidak bagus. Kalau sedang marah, yuk jadi kayak mayat. Yuk diam dulu, ndak usaha apa-apa dulu. Nanti kalau tekanan darahnya sudah turun, situasinya sudah longgar, nyaman, itu baru memutuskan sesuatu, melakukan sesuatu. Termasuk pada siapapun yang kita cintai.

Jadi kadang-kadang kita ndak cocok, ramai, gegeran, marah dengan yang kita cintai. Mungkin saudara kita, anak kita, siapa saja, yuk ketika sedang marah narik diri dulu, nanti saja ngomongnya, nanti saja melakukan sesuatu.

Baca Juga: Mengistirahatkan Pikiran Agar Hidup Lebih Tenang

E. Saat kita Sederhana dan Rendah Hati jadilah seperti Bumi

Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi yang kelima adalah di saat kita sederhana dan rendah hati jadilah seperti bumi. Jadi pecinta itu sederhana. Sederhana itu maksudnya apa adanya, tidak di buat-buat. Inilah aku apa adanya, inilah levelku, inilah kenyataan diriku, itu namanya kesederhanaan.

Jadi kesederhanaan itu, bukan di miskin-miskinkan, biasa saja, sesuai situasimu, sesuai kondisimu, tidak berlebihan. Nah kondisi ini, kalau menurut Maulana Jalaluddin Rumi jadilah seperti bumi.

Bumi itukan sangat rendah hati, sangat sederhana, ndak pernah gaya. Di dalam dirinya ada kandungan luar biasa, mungkin kandungan emas, logam, macem-macem, tapikan bumi tidak pernah sombong, ndak pernah pamer.

Dia rendah hati, di injak-injak, tiap hari kita mewarnainya dengan angkara murka. Dia tetap teguh sebagai dirinya, itu bumi. Mari belajar dari bumi, kalau kita jalan di atas bumi sadarilah, kasihan sekali bumi ini.

Kita warnai dia dengan macem-macem, bumi itu kita lempari dengan sampah dan kotoran, tapi yang di berikan tumbuh-tumbuhan, makanan dan lain sebagainya. Jadi orang yang sederhana dan rendah.

Bumi ndak pernah komplain, ndak pernah demo, ndak pernah mengeluh terhadap segala kelakuan kita. Dia selalu memberikan yang terbaik yang bisa dia berikan untuk kita.

Baca Juga: 17 Penyakit Hati dalam Islam

F. Dalam Toleransi Jadilah seperti Laut – Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi

Para pecinta itu toleran. Simbolnya adalah laut. Laut itukan dia menampung apa saja, karena dia luas maka apa saja bisa masuk. Baik itu yang indah-indah, yang kotor-kotor semuanya masuk ditampung oleh laut. Sungai membawa apa saja dan berakhirnya di laut. Jadilah toleran, toleran itu terbuka menerima apa saja sebagaimana laut.

Jadi laut itukan simbol kelonggaran, kelegaan, keluasan. Kalau teman-teman sedang jenuh, suntuk, itukan biasanya jalan-jalan ke laut dan rasanya lapang, longgar ketika melihat laut. Nah, jadi ini simbol toleransi.

Berarti kalau nanti ada konflik marah-marah, ini berarti sedang sempit, kurang piknik. Ayo jalan-jalan ke Laut, biar longgar hatinya, biar terasa bahwa kita ini kecil, bahwa kita ini sempit, tidak luas, ngapain sih gegeran segala.

G. Jangan melihat keluar Lihatlah ke dalam diri, Jadilah engkau apa adanya

Tujuh Nasihat Jalaludin Rumi yang terakhir adalah jangan melihat keluar, lihatlah ke dalam diri. Jadilah engkau apa adanya. Jadi para pecinta sadari dirimu, bermainlah peran sebagai dirimu sendiri, apa adanya, jangan terlalu banyak akting, jangan terlalu banyak gaya, nanti malah menyusahkan.

Sadari hakekat dirimu dan perankan peranmu apa adanya. Jadilah engkau apa adanya. Kita itu sering undang masalah sendiri karena kita tidak jadi apa adanya.

Kalau hari ini mungkin pakai istilah pencitraan. Sudah terlanjur mencitrakan diri sebagai anak soleh misalnya, sudah terlanjur bilang “saya itu soleh”, terus jadi beban. Akhirnya di depan orang tiap hari harus akting jadi orang sholeh, itu kan berat.

Ada apa-apa dikit Subhanallah, Alhamdulillah. Kalau sholeh ya sholeh saja, ndak usah pakai akting berlebihan, sesuai dengan situasimu apa adanya. Jadi para pecinta itu apa adanya.

Banyak ikatan cinta bubar karena para pecintanya ndak apa adanya. Banyak yang pacaran itu begitu sayangnya, pas sudah nikah, baru satu bulan begitu menyesalnya. Dia kok ndak kayak dulu yah, sudah beda antara dulu dan sekarang. Ini kemungkinan dulunya terlalu banyak pencitraan. Akhirnya sekarang menyesal. Walah, ternyata aslinya gini, ndak sama dengan dulu. Kamu ndak apa adanya.

Jadi para pecinta, sadari dirimu, bermainlah peran sebagai dirimu sendiri, apa adanya. Ini 7 nasehat dari Jalaluddin Rumi.

Semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

close