Teori Belajar Kognitif menurut Ahli

Teori Belajar Kognitif menurut Ahli

HermanAnis.com – Berbeda dengan teori belajar behavioristik, konstruktivistik, dan humanistik, teori belajar belajar kognitif menekankan pada perhatian terhadap tahapan perkembangan anak.

Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.

Nah, selengkapnya melalui tulisan ini, kita akan mengkaji dan mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan teori belajar kognitif.

Teori Belajar Kognitif menurut Ahli

A. Definisi Belajar menurut Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.

Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering di sebut sebagai model perseptual. Model ini menganggap bahwa tingkah laku seseorang di tentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.

Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak. Selain itu, Teori Belajar Kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.

Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori Belajar ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.

Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang di terima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah di miliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Baca Juga; Teori Belajar Sibernetik

B. Teori Belajar Kognitif menurut Ahli

Terdapat beberapa tokoh teori belajar kognitif yang cukup terkenal, di antaranya adalah:

1. Jean Piaget

Piaget adalah salah satu tokoh utama dalam teori belajar kognitif. Dia percaya bahwa belajar melibatkan proses kognitif, dan bahwa anak-anak bergerak melalui tahap-tahap perkembangan kognitif tertentu. Piaget menekankan pentingnya pemrosesan informasi dalam belajar dan menganggap bahwa belajar adalah proses konstruksi pengetahuan.

Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif, yang menekankan peran penting pengalaman dan interaksi dengan lingkungan dalam pembentukan pola-pola kognitif manusia. Menurut Piaget, manusia mengalami empat tahap perkembangan kognitif yang berbeda-beda, yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap konkret operasional, dan tahap formal operasional.

2. Lev Vygotsky

Vygotsky berfokus pada peran bahasa dan budaya dalam perkembangan kognitif. Dia menekankan pentingnya interaksi sosial dalam membentuk pemahaman anak-anak tentang dunia. Vygotsky juga mengembangkan konsep zona pengembangan proksimal, yang mengacu pada perbedaan antara kemampuan anak untuk melakukan tugas secara mandiri dan kemampuan mereka untuk melakukan tugas dengan bantuan.

Vygotsky mengembangkan teori ZPD (Zone of Proximal Development), yang menyatakan bahwa belajar terjadi melalui interaksi sosial dan keterlibatan dalam aktivitas yang mendukung perkembangan kognitif. Menurut Vygotsky, individu memiliki potensi pengembangan yang lebih besar ketika mereka berada di dalam zona pengembangan yang dekat atau ZPD.

3. Albert Bandura

Bandura mengembangkan teori belajar sosial, yang menekankan pentingnya model atau contoh dalam membentuk perilaku. Menurut Bandura, belajar melalui observasi dan imitasi merupakan faktor kunci dalam belajar.

Bandura mengembangkan teori belajar sosial, yang menekankan peran penting pemodelan dan pengaruh lingkungan sosial dalam belajar dan perkembangan kognitif. Menurut Bandura, individu belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung dengan lingkungan mereka.

4. Jerome Bruner

Bruner menekankan pentingnya konstruksi pengetahuan dan menyatakan bahwa proses belajar dapat ditingkatkan dengan penyajian informasi dalam bentuk yang lebih mudah dipahami.

5. Edward Tolman

Tolman mengembangkan teori belajar kognitif yang disebut teori peta kognitif. Tolman mengembangkan teori belajar kognitif yang menekankan pentingnya pemetaan kognitif dan perencanaan dalam pembentukan perilaku. Menurut Tolman, belajar melibatkan pembentukan peta kognitif dalam pikiran individu, yang membantu mereka untuk merencanakan dan menavigasi tindakan mereka dalam lingkungan.

6. Allan Paivio

Paivio mengembangkan teori representasi ganda, yang menyatakan bahwa informasi diproses secara ganda, baik secara verbal maupun visual. Menurut Paivio, penggunaan gambar atau visualisasi dapat meningkatkan daya ingat dan memudahkan pemahaman informasi yang kompleks.

7. John Anderson

Anderson mengembangkan teori ACT (Adaptive Control of Thought), yang menekankan peran struktur kognitif dalam belajar. Teori ini menyatakan bahwa belajar terjadi melalui pengembangan dan modifikasi skema atau struktur kognitif yang ada dalam pikiran individu.

8. Jerome Kagan

Kagan mengembangkan teori diferensial, yang menekankan perbedaan individual dalam proses belajar. Menurut Kagan, individu memiliki perbedaan dalam kemampuan, minat, dan preferensi belajar yang memengaruhi cara mereka memproses informasi dan belajar.

9. Arthur L. Costa dan Bena Kallick

Costa dan Kallick mengembangkan konsep kebiasaan berpikir, yang merupakan serangkaian keterampilan dan kebiasaan berpikir yang diperlukan untuk belajar secara efektif. Kebiasaan berpikir meliputi keterampilan seperti mempertanyakan, mengumpulkan informasi, mengevaluasi informasi, dan mengambil kesimpulan.

10. Howard Gardner

Gardner mengembangkan teori kecerdasan majemuk, yang menekankan bahwa individu memiliki lebih dari satu jenis kecerdasan atau kekuatan kognitif. Teori ini memperluas pemahaman kita tentang kecerdasan dan memperkenalkan konsep seperti kecerdasan visual-ruang, kinestetik, dan interpersonal.

11. Richard Atkinson dan Richard Shiffrin

Atkinson dan Shiffrin mengembangkan model memori multi-store, yang menjelaskan bagaimana informasi disimpan dan diproses dalam memori manusia. Menurut model ini, informasi pertama kali masuk ke memori sensorik, kemudian disimpan dalam memori jangka pendek, dan akhirnya dipindahkan ke memori jangka panjang jika dianggap penting.

Itulah beberapa tokoh teori belajar kognitif yang terkenal. Setiap tokoh memiliki pendekatan yang berbeda dalam memahami bagaimana manusia belajar dan berkembang, dan teori-teori mereka telah mempengaruhi pemahaman kita tentang belajar dan pengajaran.

12. Beberapa penjelasan terkait pendapat ahli tentang teori belajar

Siapa saja pioner dari teori belajar kognitif ini tentu teman-teman tidak asing lagi dengan mereka-mereka. Dalam pembahasan tentang Teori Belajar Kognitif menurut Ahli kali ini, akan dibahas,

  1. Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh Piaget,
  2. Advance organizer oleh Ausubel,
  3. Pemahaman konsep oleh Bruner,
  4. Hirarkhi belajar oleh Gagne,
  5. Webteaching oleh Norman, dan lainnya.

Bagaimana saja pandangan mereka berikut penjelasannya masing-masing.

1. Jean Piaget (1896-1980)

Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang di dasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.

Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.

Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya.

Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat di definisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.

a. Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual menurut Piaget?

Pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dengann yang mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan.

Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.

Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang di pahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat di pahami.

Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan di modifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah di punyainya. Proses ini di sebut asimilasi.

Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang sudah di milikinya yang harus di sesuaikan dengan informasi yang di terima, maka hal ini di sebut akomodasi.

Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitif atau suatu ketidak seimbangan antara apa yang telah di ketahui dengan apa yang di lihat atau di alaminya sekarang. Proses ini akan mempengaruhi strutur kognitif.

b. Asimilasi, Akomodasi, dan Ekuilibrasi (penyeimbangan)

Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah di miliki oleh individu.

Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai contoh, seorang anak sudah memahami prinsip pengurangan.

Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka terjadi proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang sudah di kuasainya dengan prinsip pembagian (informasi baru). Inilah yang di sebut proses asimilasi. Jika anak tersebut di berikan soal-soal pembagian, maka situasi ini di sebut akomodasi. Artinya, anak tersebut sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang baru dan spesifik.

Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka di perlukan proses penyeimbangan. Proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang di sebut ekuilibrasi.

Tanpa proses ekuilibrasi, perkembangan kognitif seseorang akan mengalami gangguan dan tidak teratur (disorganized). Hal ini misalnya tampak pada caranya berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak logis, dan sebagainya. Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur kognitif.

Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya.

Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus di lalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.

c. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget

Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu:

1) Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)

Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang di milikinya antara lain:

  1. Melihat dirinya sendiri sebagai mahkluk yang berbeda dengan obyek di sekitarnya.
  2. Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
  3. Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.
  4. Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya
  5. Memperhatikan obyek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
2) Tahap pre-operasional (umur 2-7/8 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini di bagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.

Pre-operasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana.

Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami obyek. Karakteristik tahap ini adalah:

  1. Self counter nya sangat menonjol.
  2. Dapat mengklasifikasikan obyek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
  3. Tidak mampu memusatkan perhatian pada obyek-obyek yang berbeda.
  4. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang benar.
  5. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.

Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Dalam menarik kesimpulan sering tidak di ungkapkan dengan kata-kata.

Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas. Karakteristik tahap ini adalah:

  1. Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori obyek, tetapi kurang di sadarinya.
  2. Peserta didik mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.
  3. Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.
  4. Peserta Didik mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah obyek yang teratur dan cara mengelompokkannya.
    Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7 tahun. Sehingga, Anak memahami bahwa jumlah obyek adalah tetap sama meskipun obyek itu di kelompokkan dengan cara yang berbeda.
3) Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan di tandai adanya reversible dan kekekalan.

Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit.

Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi obyek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.

Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah di capai sebelumnya.

Anak mampu menangani sistem klasifikasi. Namun sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.

Meskipun demikian, taraf berpikirnya sudah dapat di katakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu di beri gambaran konkrit, sehingga ia mampu menelaah persoalan.

Sungguhpun demikian anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

4) Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.

Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai di miliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat:

  1. Bekerja secara efektif dan sistematis.
  2. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah di berikan dua kemungkinan penyebabnya, misalnya C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
  3. Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional tentang C1, C2, dan R misalnya.
  4. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling lambat pada usia 15 tahun.
    Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan formal-operations.

Proses belajar yang di alami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang di alami oleh seorang anak pada tahap preoperasiaonal, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional konkrit, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal.

Empat tahap perkembangan Piaget ini dapat di simpulkan sebagai berikut (Collin, 2012):

teori belajar kognitif menurut Piaget
Gambar 2. Empat tahap perkembangan Piaget

Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya.

Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif para muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap tersebut.

Pembelajaran yang di rancang dan di laksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.

2. Jerome Bruner (1915-2016)

Jerome Bruner adalah seorang pengikut setia Teori Belajar Kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:

  1. Perkembangan intelektual di tandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
  2. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.
  3. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah di lakukan dan apa yang akan di lakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
  4. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak di perlukan bagi perkembangan kognitifnya.
  5. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada di perlukan bahasa. Bahasa di perlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
  6. Perkembangan kognitif di tandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.

Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang.

Dengan teorinya yang di sebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Jika Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.

a. Tahap Perkembangan Kognitif

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang di tentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu; enactive, iconic, dan symbolic.

  1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
  2. Selanjutnya, tahap ikonik, seseorang memahami obyek-obyek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
  3. dan Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat di pengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
    Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya di lakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol.
    Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih di perlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat di tingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.

Gagasannya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan meteri secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci.

Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang di kemukakannya dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang di pelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar.

Demikian juga model pemahaman konsep dari Bruner, menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula.

b. Penemuan Konsep menurut Bruner

Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya.

Sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep.

Menurut Bruner, kegiatan mengkategori memiliki dua komponen yaitu; 1) tindakan pembentukan konsep, dan 2) tindakan pemahaman konsep. Artinya, langkah pertama adalah pembentukan konsep, kemudian baru pemahaman konsep.

Perbedaan antara keduanya adalah:

  1. Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk perilaku mengkategori ini berbeda.
  2. Langkah-langkah dari kedua proses berpikir tidak sama.
  3. Kedua proses mental membutuhkan strategi mengajar yang berbeda.

Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang di katakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi;

  1. Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif.
  2. Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak.
  3. Rentangan karakteristik
  4. Kaidah.

Menurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembang-kan kemampuan berpikir intuitif.

Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus di pahami sebelum seseorang dapat belajar.

Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning).

Brunner meyakini bahwa proses belajar akan berjalan dengan optimal apabila siswa di berikan kesempatan untuk mengungkapkan konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya sehari-hari.

Sebagaimana bagan di atas, Bruner meyakini bahwa perkembangan bahasa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan kognitif anak.

3. Teori Belajar Menurut David Ausubel (1918-2008)

Teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.

Materi yang di pelajari di asimilasikan dan di hubungkan dengan pengetahuan yang telah di miliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. Struktur kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual.

Teori Belajar Kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah di miliki siswa. Yang paling awal mengemukakan konsepsi ini adalah Ausubel. Dikatakan bahwa pengetahuan di organisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkhis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit.

Demikian juga pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang di peroleh lebih dulu oleh seseorang, akan dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci. Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering di sebut sebagai subsumptive sequence menjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa.

Advance organizers yang juga di kembangkan oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang di pelajari, dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Jika di tata dengan baik, advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah di pelajarinya.

Konsep organisasi kognitif

Berdasarkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang di kemukakan oleh Ausubel tersebut, di kembangkanlah oleh para pakar Teori Belajar Kognitif suatu model yang lebih eksplisit yang di sebut dengan skemata.

Sebagai struktur organisasional, skemata berfungsi untuk mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai tempat untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Atau dapat di katakan bahwa skemata memiliki funsi ganda, yaitu:

  1. Sebagai skema yang menggambarkan atau merepresentasikan organisasi pengetahuan. Seseorang yang ahli dalam suatu bidang tertentu akan dapat di gambarkan dalam skemata yang di milikinya.
  2. Sebagai kerangka atau tempat untuk mengkaitkan atau mencantolkan pengetahuan baru.

Skemata memiliki fungsi asimilatif. Artinya, bahwa skemata berfungsi untuk mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam hirarkhi pengetahuan, yang secara progresif lebih rinci dan spesifik dalam struktur kognitif seseorang.

Inilah proses belajar yang paling dasar yaitu mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam skemata yang tersusun secara hirarkis. Struktur kognitif yang di miliki individu menjadi faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan baru.

Dengan kata lain, skemata yang telah di miliki oleh seseorang menjadi penentu utama terhadap pengetahuan apa yang akan di pelajari oleh orang tersebut.

Oleh sebab itu maka di perlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar.

Mendasarkan pada konsepsi di atas, Mayer (dalam Degeng, 1993) menggunakan pengurutan asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu mulai dengan menyajikan informasi-informasi yang sangat umum dan inklusif menuju ke informasi-informasi yang hkusus dan spesifik.

Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan sebagai kerangka isi bagi informasi-informasi yang lebih rinci.

Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa skemata dapat di modifikasi oleh pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga menghasilkan makna baru.

Anderson (1980) dan Tennyson (1989) mengatakan bahwa pengetahuan yang telah di miliki individu selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan bagi masing-masing individu.

Semakin besar jumlah dasar pengetahuan yang di miliki seseorang, makin besar pula peluang yang di miliki untuk memilih.

Demikian pula, semakin baik cara penataan pengetahuan di dalam dasar pengetahuan, makin mudah pengetahuan tersebut di telusuri dan di munculkan kembali pada saat di perlukan.

Konsepsi dasar mengenai struktur kognitif inilah yang di jadikan landasan teoretik dalam mengembangkan teori-teori pembelajaran. Beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada Teori Belajar Kognitif, di kemukakan secara singkat sebagai berikut (Degeng, 1989):

a. Hirarki belajar

Gagne menekankan kajiannya pada aspek penataan urutan materi pelajaran dengan memunculkan gagasan mengenai prasyarat belajar, yang di tuangkan dalam suatu struktur isi yang di sebut hirarhki belajar. Keterkaitan di antara bagian-bagian bidang studi yang di tuangkan dalam bentuk prasyarat belajar, berarti bahwa pengetahuan tertentu harus di kuasai lebih dahulu sebelum pengetahuan yang lain dapat di pelajari.

b. Analisis tugas

Cara lain yang di pakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah information-processing approach to task analysis. Tipe hubungan prosedural ini memerikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar. Hubungan prosedural menunjukkan bahwa seseorang dapat saja mempelajari langkah terahkir dari suatu prosedur pertama kali, tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat mulai dari langkah yang terahkir.

c. Subsumptive sequence

Ausubel mengemukakan gagasannya mengenai cara membuat urutan isi pengajaran yang dapat menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar.

Ia menggunakan urutan umum ke rinci atau subsumptive sequence sebagai strategi utama untuk mengorganisasi pengajaran. Perolehan belajar dan retensi akan dapat di tingkatkan bila pengetahuan baru di asimilasikan dengan pengetahuan yang sudah ada.

d. Kurikulum spiral

Gagasan tentang kurikulum spiral yang di kemukakan oleh Bruner dil akukan dengan cara mengurutkan pengajaran. Urutan pengajaran di mulai dengan mengajarkan isi pengajaran secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan isi yang sama dengan cakupan yang lebih rinci.

e. Teori Skema

Teori skema juga menggunakan urutan umum ke rinci. Selain itu, teori ini memandang bahwa proses belajar sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengkaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada.

Hasil belajar sebagai hasil pengorganisasian struktur kognitif yang baru, merupakan integrasi antara pengetahuan yang lama dengan yang baru. Struktur kognitif yang baru ini nantinya akan menjadi assimilative schema pada proses belajar berikutnya.

f. Webteaching

Webteaching yang di kemukakan Norman, merupakan suatu prosedur menata urutan isi bidang studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur pengetahuan yang telah di miliki oleh seseorang, dan struktur isi bidang studi yang akan dipelajari. Pengetahuan baru yang akan di pelajari secara bertahap harus di integrasikan dengan struktur pengetahuan yang telah di milikinya.

g. Teori Elaborasi

Teori elaborasi mengintegrasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi pelajaran yang sudah ada, untuk menciptakan model yang komprehensif tentang cara mengorganisasi pengajaran pada tingkat makro.

Kemudin, teori ini mempreskripsikan cara pengorganisasian isi bidang studi dengan mengikuti urutan umum ke rinci, di mulai dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang di pelajari), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.

C. Penerapan Teori Belajar Kognitif

Teori Belajar Kognitif menekankan pada proses perkembangan siswa. Meskipun proses perkembangan siswa mengikuti urutan yang sama, namun kecepatan dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda.

Dalam proses pembelajaran, perbedaan kecepatan perkembangan mempengaruhi kecepatan belajar siswa, oleh sebab itu interaksi dalam bentuk diskusi tidak dapat di hindarkan. Pertukaan gagasan menjadi tanda bagi perkembangan penalaran siswa.

Perlu di sadari bahwa penalaran bukanlah sesuatu yang dapat di ajarkan secara langsung, namun perkembangannya dapat di simulasikan. Piaget memberikan penekanan bahwa setiap tahap perkembangan memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar lebih baik.

Menurut piaget, anak bukanlah orang dewasa mini, anak tidak mengetahui sebanyak apa yang di ketahui oleh orang dewasa, akan tetapi anak melihat dunia dengan cara yang berbeda dan berinteraksi secara berbeda pula.

Hakekat belajar menurut Teori Belajar Kognitif di jelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaian dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak di gunakan.

Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang di lakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat di perhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.

D. Prinsip-prinsip pembelajaran dalam teori kognitif

Berikut Prinsip-prinsip pembelajaran dalam teori kognitif:

  1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
  2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
  3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat di pentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
  4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
  5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran di susun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
  6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus di sesuaikan dan di hubungkan dengan pengetahuan yang telah di miliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang di pelajari dengan apa yang telah di ketahui siswa.
  7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu di perhatiakan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya

Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara umum memililiki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut Piaget, hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.

Sementara itu, Bruner lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery). Cara demikian akan mengarahkan siswa pada bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak di lakukan pengulangan. Berbeda dengan Bruner, Ausubel lebih mementingkan strutur disiplin ilmu. Dalam proses belajar lebih banyak menekankan pada cara berfikir deduktif.

Contoh penerapan Teori Belajar Kognitif ini adalah pada pembelajaran mandiri, dimana siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya sendiri dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

E. Kesimpulan

Pengertian belajar menurut Teori Belajar Kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat di amati dan dapat di ukur.

Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang di milikinya.

Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah di miliki seseorang. Di antara para pakar Teori Belajar Kognitif, paling tidak ada tiga yang terkenal yaitu Piaget, Bruner, dan Ausubel.

Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.

Sedangkan Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih di tentukan oleh cara seseorang mengatur pesan atau informasi, dan bukan di tentukan oleh umur. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah di milikinya dengan pengetahuan baru.

Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.

Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat di pentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan setruktur kognitif yang telah di miliki siswa.

Materi pelajaran di susun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa perlu di perhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

Daftar Rujukan

Rujukan utama yang dipake dalam tulisan ini adalah Modul Belajar mahasiswa PPG tahun 2019. Rujukan lainnya sebagai berikut.

  • Biehler, R.F. & Snowman, J. (1982). Psychology Applied to Teaching, Fourth edition, Boston: Houghton Mifflin Company.
  • Collin, Catherine, dkk. 2012. The Psychology Book. London: DK.
  • Dahar, R. W., (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK
  • Degeng, I.N.S., (1989). Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variabel. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK.
  • Dimyati, M, (1989). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK
  • Gage, N.L., & Berliner, D. (1979). Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand McNally.
  • Perkins, D.N., (1991). What Constructivism demands of the learner. Educational Technology. Vol. 33, No. 9, pp.19-21
  • Raka Joni, T. (1990). Cara belajar siswa aktif: CBSA: artikulasi konseptual, jabaran operasional, dan verivikasi empirik. Pusat Penelitian IKIP Malang.
  • Ratna Wilis D. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
  • Schunk, Dale. H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective. Edisi keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Smaldino, dkk. 2010. Instructional Technology and Media for Learning. 10th edition. United State of America: Pearson.
  • Smaldino, dkk. 2012. Instructional Technology and Media for Learning. 11th edition. United State of America: Pearson.
  • Yuliani Nurani Sujiono, dkk, III. (2005). Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Pusat penerbitan Universitas Terbuka
  • Anonymous. Jean Piaget: Cognitive development in the classroom. April 2011. http://www.funderstanding.com/educators/jean-piaget-cognitivedevelopment-in-the-classroom

Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.

Telusuri Artikel Lain

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

close
Index