Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) dalam Konteks Pembelajaran Abad 21

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) dalam Konteks Pembelajaran Abad 21

HermanAnis.com – Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) dalam Konteks Pembelajaran Abad 21 merupakan salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian serius dari insan pendidikan khususnya guru dan dosen.

Aspek Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Gambar 1. Aspek Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

A. Konsep Berpikir Tingkat Tinggi

Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum di kenal sebagai Higher Order Thinking Skill (HOTS) di picu oleh empat kondisi. Keempatnya yakni,

  1. Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang spesifik dan tidak dapat di gunakan di situasi belajar lainnya.
  2. Kecerdasan yang tidak lagi di pandang sebagai kemampuan yang tidak dapat di ubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang di pengaruhi oleh berbagai faktor yang terdiri dari lingkungan belajar, strategi dan kesadaran dalam belajar.
  3. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari uni dimensi, linier, hirarki atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.
  4. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran, kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.

Selanjutnya, menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah satunya dari Resnick (1987) adalah proses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar.

Sehingga kemudian, keterampilan ini juga di gunakan untuk menggarisbawahi berbagai proses tingkat tinggi menurut jenjang taksonomi Bloom. Menurut Bloom, keterampilan di bagi menjadi dua bagian, yakni

Pertama, adalah keterampilan tingkat rendah yang penting dalam proses pembelajaran, yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan (applying).

Kemudian yang kedua adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analysing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer of Knowledge

Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif meliputi kemampuan dari peserta didik dalam mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang telah di pelajari dalam proses pembelajaranyang telah di dapatnya.

Proses ini berkenaan dengan kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam mengembangkan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran.

Tabel 1. Proses Kognitif sesuai dengan level kognitif Bloom

Proses Kognitif sesuai dengan level kognitif Bloom

Anderson dan Krathwoll melalui taksonomi yang direvisi memiliki rangkaian proses-proses yang menunjukkan kompleksitas kognitif dengan menambahkan dimensi pengetahuan. Dimensi ini terdiri dari, pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.

Tabel 2. Kombinasi dimensi pengetahuan dan proses berpikir

Kombinasi dimensi pengetahuan dan proses berpikir

Lebih lanjut, terlihat dalam matriks hubungan antara dimensi pengetahuan dan dimensi proses berpikir, untuk dimensi proses berpikir C1 s.d. C3 dengan seluruh dimensi pengetahuan dan C1 s.d. C6 dengan dimensi pengetahuan faktual, masuk kategori keterampilan berpikir tingkat rendah, sedangkan untuk C4 s.d. C6 untuk dimensi pengetahuan konseptual, prosedural, dan metakognitif merupakan katagori Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi.

2. Ranah Afektif

Kartwohl & Bloom juga menjelaskan bahwa selain kognitif, terdapat ranah afektif yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan pembelajaran dan membagi ranah afektif menjadi 5 kategori, yaitu 1) penerimaan, 2)menanggapi, 3) penilaian, 4) mengelola, dan 5) karakterisasi.

3. Ranah Psikomotor

Keterampilan proses psikomotor merupakan keterampilan dalam melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota tubuh yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan pada gerak dasar, perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, ekspresif dan interperatif.

Kemudian, keterampilan proses psikomotor ini terbagi dalam 5 kategori yakni, 1) imitasi, 2) manipulasi, 3) presisi, 4) artikulasi, dan 5) naturalisasi.

C. HOTS sebagai Critical and Creative Thinking

Keterampilan berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan dua diantara keterampilan 4C atau Keterampilan Abad 21 yang harus dimiliki Peserta Didik.

John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara esensial sebagai sebuah proses aktif, di mana seseorang berpikir segala hal secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan daripada menunggu informasi secara pasif (Fisher, 2009).

Selain itu, berpikir kritis merupakan proses di mana segala pengetahuan dan keterampilan di kerahkan dalam memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul dan melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan informasi yang telah di dapat sehingga menghasilkan informasi atau simpulan yang di inginkan.

Tabel 6. Elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, yaitu FRISCO

Berpikir Tingkat Tinggi : Elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, yaitu FRISCO

D. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving

Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving di perlukan dalam proses pembelajaran. Sebab, pembelajaran yang di rancang dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat di pisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan masalah.

Selain itu, keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari-hari. Peserta didik secara individu akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Menurut Mourtos, Okamoto dan Rhee, ada enam aspek yang dapat di gunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta didik, yaitu:

  1. Menentukan masalah, dengan mendefinisikan masalah, menjelaskan permasalahan menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus di ketahui sebelum di gunakan untuk mendefinisikan masalah sehingga menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil pembahasan dari masalah yang di hadapi.
  2. Mengeksplorasi masalah, dengan menentukan objek yang berhubungan dengan masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi dan menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah.
  3. Merencanakan solusi di mana peserta didik mengembangkan rencana untuk memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah, memilih teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan masalah, dan menentukan informasi untuk menemukan solusi.
  4. Melaksanakan rencana, pada tahap ini peserta didik menerapkan rencana yang telah di tetapkan.
  5. Memeriksa solusi, mengevaluasi solusi yang di gunakan untuk memecahkan masalah.
  6. Mengevaluasi, dalam langkah ini, solusi di periksa, asumsi yang terkait dengan solusi di buat, memperkirakan hasil yang di peroleh ketika mengimplementasikan solusi dan mengkomunikasikan solusi yang telah di buat.

Sumber Rujukan:

  • Yoki Ariyana, dkk. 2018. Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Afandi & Sajidan. 2017. Stimulasi Keterampilan Tingkat Tinggi. UNSPRESS.

Demikian,
semoga ada manfaat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

close